EKBIS.CO, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Kamis (3/9) pagi, bergerak melemah sebesar 13 poin menjadi Rp 14.145 dibandingkan posisi sebelumnya di posisi Rp 14.132 per dolar AS.
"Dolar AS kembali terapresiasi terhadap rupiah seiring dengan rilis data pekerja Amerika Serikat versi ADP (Automatic Data Processing) yang memberi harapan akan terjadinya kenaikan suku bunga the Fed di bulan September ini," kata analis PT Platon Niaga Berjangka Lukman Leong di Jakarta.
Saat ini, lanjut Lukman Leong, investor sedang menantikan data penggajian nonpertanian atau nonfarm payrolls (NFP) AS yang sedianya akan diumumkan pada Jumat (4/9) untuk melihat kondisi terkini pasar tenaga kerja AS.
"Proyeksi data NFP akan ada kenaikan, begitu juga dengan tingkat pengangguran Amerika Serikat yang diperkirakan turun. Jika proyeksi itu benar maka akan menandai berita positif terhadap AS yang mendukung penguatan dolarnya. Tapi jika dirilis sebaliknya maka tekanan turun terhadap dolar AS dapat terjadi," katanya.
Di sisi lain, lanjut Lukman Leong, sebagian investor juga masih dibayangi kebimbangan menyusul data sektor manufaktur yang menurun. Situasi itu membuat kenaikan tingkat suku bunga the Fed belum terlalu jelas kapan atau jadi tidaknya tahun ini.
"Di tengah ketidakpastian membuat mata uang negara berkembang, termasuk rupiah menjadi kurang menarik," katanya.
Sementara itu, ekonom Samuel Sekuritas Rangga Cipta menambahkan bahwa tekanan rupiah diperkirakan sedikit mereda seiring dengan semakin aktifnya intervensi Bank Indonesia di pasar valas domestik.
Rangga Cipta mengatakan bahwa stabilisasi di pasar surat utang negara (SUN) juga mulai terlihat mengikuti perkiraan inflasi serta harga komodtias yang turun walaupun pelemahan rupiah tetap akan menjaga "yield" SUN tinggi ke depan. "Intervensi BI itu akan membuat tekanan terhadap rupiah berpeluang sedikit mereda," katanya.