EKBIS.CO, JAKARTA -- Ekonom UOB Jimmy Koh menyatakan, meskipun terjadi gejolak pasar, Asia tidak sedang menuju ke terulangnya krisis keuangan Asia (AFC) 1997-1998.
Analisis tersebut berdasarkan beberapa pertimbangan. Antara lain, pergerakan mata uang, saldo rekening giro, posisi cadangan devisa, jumlah utang luar, dan pengaruh korporasi, ASEAN (dan juga negara-negara Asia lainnya kunci) yang jauh lebih baik diposisikan daripada mereka.
Pergerakan mata uang regional lebih bertahap dan tidak secepat pada 1997-1998, sehingga memungkinkan lebih banyak waktu untuk korporat dan individu untuk menyesuaikan dan bereaksi.
"Hal itu terutama disebabkan oleh rezim nilai tukar yang fleksibel digunakan di sebagian besar negara-negara regional, sehingga memungkinkan nilai tukar untuk memainkan peran shock absorber dan mengurangi transmisi guncangan terhadap perekonomian domestik," jelasnya dalam keterangan resmi, Jumat (4/9).
Jimmy menambahkan, salah satu perkembangan penting setelah AFC yakni pengakuan pentingnya menjaga disiplin di saldo eksternal dan domestik. Secara umum, transaksi berjalan, cadangan devisa dan posisi utang luar di negara-negara Asia telah menguat sejak AFC.
Dalam hal leverage perusahaan domestik, situasi saat ini di Asia secara umum meningkat jauh lebih daripada saat AFC. Kecuali Cina karena sebagian besar kebijakan mudah dalam program stimulus RMB4tn setelah 2008.
Selain itu, perlambatan di Cina telah memberikan tekanan yang signifikan pada perusahaan, meskipun situasi utang keseluruhan di Cina masih dikelola sampai saat ini.