EKBIS.CO, JAKARTA – Industri perbankan syariah mencatat tingkat pembiayaan bermasalah (non performing finance/ NPF) sebesar 4,6 persen pada kuartal II-2015. Angka tersebut jauh di atas kredit bermasalah (NPL) perbankan konvensional di level 2,46 persen pada periode yang sama.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) Achmad K Permana mengatakan, ada beberapa faktor yang menyebabkan NPF industri perbankan syariah meningkat. Peningkatan kredit macet bisa karena under control costumer atau di luar control nasabah. Size perbankan syariah yang masih kecil, jika ada satu nasabah yang jatuh akan mempengaruhi secara keseluruhan.
"Sebenarnya mungkin tidak terjadi peningkatan NPF, tapi karena aset turun, pembaginya akan lebih besar dan menyebabkan NPF meningkat. Total aset turun karena bank tidak bisa ekspansi pembiayaan dalam kondisi ekonomi seperti ini," jelasnya kepada wartawan di gedung Permata Bank, Jakarta, Selasa (8/9).
Permana menambahkan, saat pembiayaan tidak tumbuh, NPF akan naik. Jika aset bank-bank syariah tidak turun mungkin NPF tidak mengalami peningkatan.
Selain itu, biaya dana (cost of fund) relatif tinggi. Sebab, tidak banyak dana murah di portofolio bank syariah. Perputaran uang tidak banyak di bank syariah, lebih banyak dana mahal seperti deposito. Sehingga, hal itu menjadi tantangan bagi industri perbankan syariah untuk mencari cara menyiapkan dana murah.
Di samping itu, ketersediaan infrastruktur dan network (jaringan) perbankan syariah belum menjangkau sampai ke pelosok. Dari sisi kompleksitas produk, mayoritas nasabah berminat pada prosedur yang tidak banyak dokumen.
Nasabah yang datang karena tertarik sistem bagi hasil yang tinggi. Nasabah bagus atau grade A terbiasa dengan konsep konvensional. Sementara di bank syariah nasabah setiap bulan harus membuat laporan (report) kepada bank sebagai pertimbangan dalam konsep bagi hasil.
Pangsa pasar atau market share perbankan syariah masih 4,9 persen sehingga dana yang dihimpun belum bisa disalurkan secara maksimal. "Kalau market share sudah 30-40 persen dan sudah tahan goncangan, bagi hasil akan kompetitif dengan konvensional," imbuhnya.
Berdasarkan data OJK, aset industri perbankan syariah pada kuartal II-2014 sebesar Rp 272 triliun, kemudian turun menjadi Rp 269 triliun pada kuartal II-2015. Namun, biasanya pertumbuhan aset perbankan syariah bisa mencapai 33 persen setiap tahunnya.