EKBIS.CO, JAKARTA -- Angka inflasi yang masih relatif tinggi dan kelesuan perekonomian menjadi muara penyebab bertambahnya angka kemiskinan di Tanah Air. Kedua hal tersebut membuat daya beli masyarakat menjadi turun.
Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) memang terjadi di akhir 2014. Hal tersebut memang juga berpengaruh ke inflasi dan daya beli. Namun sebenarnya pemantik dari bertambahnya angka kemiskinan adalah inflasi tinggi serta kelesuan ekonomi, dan bukan karena persoalan kenaikan harga BBM.
“Akibatnya, mereka yang tadinya berada dalam kategori hampir miskin sekarang menjadi miskin,” ujar pengamat ekonomi dari Universitas Diponegoro, FX Sugiyanto saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (16/9).
Keluhan ekonomi masyarakat tidak hanya sampai di situ. Mereka juga masih dihadapkan pada kenyataan pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran. Alhasil penghasilan mereka pun menurun bahkan terancam tidak ada karena kehilangan pekerjaan tersebut.
Bagi yang berwirausaha, bukan berarti terbebas dari kelesuan ekonomi ini. “Bisa saja penjualan mereka berkurang mengingat daya beli masyarakat yang sedang turun tadi,” ucapnya.
Tingkat kemiskinan terendah terdapat di Kalimantan yakni 6,42 persen, lebih rendah dari nasional. FX mengatakan hal ini lantaran penduduk Kalimantan tidak terlalu banyak. Basis perekonomian mereka pun berupa pertanian dan kehutanan.
“Harga-harga produk pertanian dan kehutanan walau secara umum cenderung menurun, namun itu lebih baik daripada industri yang menggunakan impor,” ujarnya. Saat ini, kondisi wilayah di luar Jawa yang berbasis pertanian akan lebih baik.
Sementara itu Maluku dan Papua memiliki tingkat kemiskinan tertinggi dengan 22,04 persen. Papua, kata FX, basis perekonomiannya berdasarkan pada tambang primer. “Pertambangan sedang mengalami penurunan harga sehingga akan berdampak pada posisi dan kondisi di Papua,” ucapnya.