EKBIS.CO, JAKARTA -- Kementerian Perdagangan telah memangkas 38 izin ekspor impor dari total 121 izin serupa yang masuk ke dalam paket deregulasi September 2015. Dalam paket kebijakan yang diluncurkan oleh Presiden Joko Widodo tersebut, Kementerian Perdagangan memang diamanatkan untuk melaksanakan relaksasi perizinan ekspor impor.
Ketua Tim Deregulasi Perdagangan Arlinda Imbang Jaya mengatakan, secara keseluruhan terdapat 121 perizinan ekspor impor yang ada di Kementerian Perdagangan. Dari jumlah tersebut, sebanyak 74 izin tersebut melibatkan rekomendasi dari kementerian/lembaga lain. Untuk merelaksasi perizinan ekspor impor dalam paket kebijakan September 2015, Kementerian Perdagangan telah menghapus 38 izin ekspor impor yang terdiri dari 4 izin eksportir terdaftar, 21 izin jenis importir terdaftar, dan 13 izin jenis importir produsen.
"Dengan demikian, untuk perizinan ekspor impor kami telah memangkas sekitar 31,4 persen," ujar Arlinda di Jakarta, Jumat (18/9).
Arlinda menjelaskan, untuk importir Kementerian Perdagangan memberikan kelonggaran dengan menghapuskan izin mportir terdaftar (IT) dan importir produsen (IP). Nantinya importir hanya menggunakan angka pengenal importir yang berlaku untuk importir umum dan importir produsen. Selain itu, kegiatan ekspor juga hanya menggunakan SIUP saja dan tidak perlu dengan NPWP.
Meski diberikan kelonggaran, importir wajib mencantumkan Surat Keterangan Pencantuman Label dalam Bahasa Indonesia (SKPLBI) untuk semua produk impor. Pemasangan label tersebut harus dilakukan sebelum produk masuk ke pelabuhan di Indonesia. Selain itu, para importir dan eksportir juga harus berkoordinasi dengan Indonesian National Single Window (INSW) untuk melakukan post audit bersama dengan kementerian/lembaga lain.
Arlinda mengatakan, paket ini diharapkan mendukung upaya arus barang ekspor dan impor, distribusi barang di dalam negeri dan meningkatkan iklim usaha yang sehat serta berdaya saing. Deregulasi peraturan tersebut masih belum final dan rencananya akan rampung pada akhir September 2015.
"Upaya strategis ini bertujuan agar tidak terjadi lonjakan barang impor, sehingga kami tetap mempertahankan pencantuman label untuk produk impor sebelum diperdagangkan di dalam negeri," kata Arlinda.