Rabu 07 Oct 2015 15:03 WIB

Pengusaha Diminta Pertimbangkan Penguatan Rupiah Sebelum PHK Karyawan

Rep: Qommaria Rostanti/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Ratusan buruh dari berbagai organisasi buruh menggelar aksi di depan Gedung Sate, Kota Bandung, Selasa (1/9). Aksi tersebut di antaranya menolak pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat pelemahan rupiah dan kenaikan upah minimum.
Foto: Republika/Edi Yusuf
Ratusan buruh dari berbagai organisasi buruh menggelar aksi di depan Gedung Sate, Kota Bandung, Selasa (1/9). Aksi tersebut di antaranya menolak pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat pelemahan rupiah dan kenaikan upah minimum.

EKBIS.CO, JAKARTA -- Paket kebijakan ekonomi pemerintah jilid I dan II telah diluncurkan pemerintah. Dalam beberapa hari terakhir pun, nilai tukar rupiah menguat terhadap dolar AS. Namun ternyata kesemuanya belum mampu membendung arus pemutusan hubungan kerja (PHK) di Indonesia.

Ekonom dari Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang, Prof FX Sugiyanto mengatakan PHK yang saat ini masih marak terjadi lantaran pengusaha masih menggunakan penghitungan yang lama. Perlu dilihat lagi apakah tren penguatan rupiah bisa terus berlanjut atau tidak. Yang diperlukan pengusaha adalah kepastian.

Apabila tren penguatan rupiah berlanjut, mestinya ada penghitungan kembali oleh perusahaan. “Tidak fair juga kalau perusahaan melakukan PHK di saat rupiah sudah menguat,” ucapnya kepada Republika.co.id,” Kamis (7/10).

Padahal di ketahui pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS lah yang menjadi penyebab utama perusahaan mem-PHK karyawannya.

 

Perusahaan yang telah banyak memberhentikan karyawannya diminta memikirkan hal ini mengingat rupiah kembali menguat, terutama pabrik tekstil dan rokok. “Kalau alasannya karena tembakaunya impor juga tetap tidak fair dan perlu dihitung ulang,” ujar FX.

Berdasarkan proses pembuatannya, rokok terbagi menjadi dua yakni sigaret kretek tangan (SKT) yakni  rokok yang proses pembuatannya dengan cara digiling atau dilinting dengan menggunakan tangan dan atau alat bantu sederhana, serta sigaret kretek mesin (SKM) yakni rokok yang proses pembuatannya menggunakan mesin.

Dari keduanya, yang paling banyak mempekerjakan karyawan adalah SKT. Pekerjanya merupakan karyawan yang biasanya dikontrak mingguan atau bahkan harian. “Artinya dengan mudah perusahaan tidak mengontrak mereka lagi,” ucap FX.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement