EKBIS.CO, SLEMAN -- Dewan Perwakilan Daerah (DPD) tengah menyusun RUU tentang ekonomi kreatif yang diharapkan bisa menjadi payung hukum dalam pengembangan industri kreatif di Indonesia. Meski demikian, RUU tersebut dinilai masih memiliki beberapa kelemahan.
Kelemahan tersebut di antaranya cakupan industri kreatif dan keharusan adanya sertifikasi produk yang dianggap akan menghambat kreatifitas para kreator dan inovator muda. “Saya khawatir UU ini menghambat kreatifitas, karena ada keharusana sertifikasi. Bagi saya pelaku usaha harus punya sertifikat itu akan menghambat,” kata Dekan Fakultas Hukum UGM Prof Muhammad Hawin, Selasa (13/10).
Ia mengakui keberadaaan rancangan undang-undang ini akan memperbaiki pelaksanaan hak kekayaan intelektual Indonesia (HAKI). Namun cakupan bidang industri kreatif yang disebutkan dalam RUU dinilai perlu diperluas, termasuk lembaga mana saja yang perlu dilibatkan. “Pihak lain seperti pergurun tinggi atau lembaga yang lain apakah juga bisa terlibat dalam ekonomi kreatif ini,” katanya.
Dia mengharapkan pelaku ekonomi kreatif yang menghasilkan karya baru bisa mendapat perlindungan. Namun, mekanismenya harus diperjelas. Menurutnya, selama ini perlindungan hanya diberikan pada pengusaha yang telah membayar paten. Sedangkan, mereka yang hanya bekerja tidak mendapat perlindungan.
“Perlu ada ketegasan, pelaku ekonomi keratif mendapat perlindungan,” ungkapnya.
Ia juga mengkritisi salah satu pasal dalam RUU tersebut yang menyatakan bahwa pemerintah dapat memberikan pembiayaan bagi pelaku usaha ekonomi kreatif. Kata ‘dapat’ tersebut menurutnya perlu diubah. Karena pemerintah wajib untuk membiayai para pelaku usaha kreatif. “Pembiayaan itu sebagai sebuah keharusan,” tegasnya.
Di sisi lain Wakil Gubernur DIY Paku Alam IX mengharapkan keberadan RUU ini bisa menjadi payung hukum perlindungan pelaku usaha ekonomi kreatif. Sebab selama ini landasan hukumnya hanya mengandalkan Intruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2009 tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif.
Paku Alam mengatakan DIY merupakan salah satu kota di Indonesia yang dijuluki sebagai kota kreatif. Karena, kota ini memiliki sumber daya manusia kreatif yang mampu menghasilkan produk usaha yang bisa menopang masyarakatnya. “Keratifitas warga DIY ini yang membuat karya memiliki nilai jual tinggi,” katanya.
Pimpinan Komite III DPD RI, Sulistiyo mengatakan RUU ini bisa dijadikan landasan hukum bagi pengembangan ekonomi kreatif sekaligus mendukung program kerja Badan Ekonomi Kreatif yang dibentuk oleh presiden. “RUU ini bisa mensinkronkan kebijakan dalam bidang ekonomi kreatif,” katanya.