EKBIS.CO, JAKARTA -- Direktur Migrant Institute, Adi Candra Utama mengatakan, dalam jangka waktu satu tahun Pemerintahan Jokowi-JK ada beberapa hal yang layak diapresiasi. Namun banyak hal yang pantas dikritisi dan menjadi catatan merah.
“Migrant Institute mencatat ada beberapa kebijakan pemerintah melalui BNP2TKI dan Kemetrian Luar Negeri yang cukup signifikan. Seperti program pemberdayaan dan pendampingan usaha kepada 10.500 buruh migran purna dan fasilitasi korban trafficking," katanya, Senin, (26/10).
Langkah BNP2TKI dan UPT3TKI Surabaya dengan layanan satu atap-nya juga menjadi langkah yang maju untuk mewujudkan proses tata kelola yang mudah di akses dan cepat. Namun, masih banyak persoalan tata kelola buruh migran yang menjadi catatan merah.
“Permasalahan mendasar yang akhirnya menyeret buruh migran dalam jurang ekploitasi sejauh ini banyak yang belum tersentuh. Keluarga buruh migran yang rentan belum menjadi prioritas pemerintah untuk mendapatkan perlindungan," terang Adi.
Masih terdapat beberapa hal yan menjadi catatan merah. Pertama, belum terealisasinya reformasi cost structure (biaya yang dibayarkan buruh migran untuk berangkat ke luar negeri) yang menjadi janji Jokowi melalui Nuwron Wahid (Kepala BNP2TKI) di akhir tahun 2014.
Cost structure yang tinggi membebani buruh migran yang akan berangkat, belum lagi pungutan yang dibebankan sebagai imbal jasa calo atau sponsor maupun PPTKIS secara ilegal. Hal tersebut mendorong buruh migran pada jeratan utang dan siklus migrasi yang tiada henti.
Kedua, belum adanya langkah yang progresif untuk menciptakan sistem penanganan terhadap buruh migran yang bermasalah baik di negara penempatan maupun daerah asal. Hal tersebut menyebabkan buruh migran sangat rentan dan minim perlindungan dari negara.