EKBIS.CO, SEMARANG -- Gabungan pengusaha jamu dan obat tradisional Indonesia (GP Jamu) Jawa Tengah menyatakan industri jamu lokal masih mengandalkan petani untuk memenuhi kebutuhan bahan baku. Sehingga, industri dalam negeri mulai kesulitan mencari bahan baku karena hasil panen banyak yang diekspor.
"Seharusnya, industri jamu sudah mempunyai industri bahan baku sendiri. Dengan begitu ketersediaan bahan baku lebih lancar," kata Direktur Eksekutif GP Jamu Jawa Tengah Stefanus Handoyo Saputro di Semarang, Rabu (28/10).
Menurut dia, cara tersebut sudah diterapkan oleh sebagian industri jamu di Cina. Menurut data GP Jamu, dari 1.200 industri jamu di Cina, sekitar 600 di antaranya sudah memiliki industri bahan baku.
"Jadi mereka sudah memiliki pasokan masing-masing. Kondisi ini yang harus juga diterapkan di Indonesia," katanya.
Ia mengakui, saat ini mulai banyak industri jamu yang kesulitan dari sisi bahan baku. Kondisi tersebut dipicu oleh tingginya ekspor jamu dalam bentuk bahan baku serbuk.
"Jadi bukannya untuk memenuhi kebutuhan industri dalam negeri tetapi justru dijual ke luar negeri dalam bentuk bahan baku," katanya.
Sementara itu, mengenai ketersediaan bahan baku tersebut hingga saat ini GP Jamu Jawa Tengah masih menjalin kerja sama dengan Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, dan Holtikultura.
"Mereka juga banyak mengarahkan petani, misalnya tanaman jahe lebih pas ditanam di daerah mana saja, kapulaga di daerah mana, seperti itu. Dengan begitu, hasil panen menjadi lebih optimal," katanya.
Menurutnya, kebutuhan bahan baku untuk industri jamu di Jawa Tengah sangat tinggi. Sebagai gambaran, kebutuhan jahe khusus untuk pabrik Sidomuncul mencapai 40-50 ton per bulan.
"Jangan sampai kekurangan bahan baku ini berpengaruh terhadap kuantitas maupun kualitas produksi industri-industri jamu di Jawa Tengah," katanya