Industri jamu dan obat herbal terus mengalami pertumbuhan yang menggembirakan seiring dengan semakin populernya tren gaya hidup konsumen mengonsumsi bahan alami. Di Indonesia, menurut data Gabungan Pengusaha Jamu dan Obat Indonesia, omset industri jamu nasional di tahun 2018 mencapai Rp 17 triliun. Rata-rata pertumbuhan industri jamu dan obat herbal sebesar 5% per tahun.
PT Marguna Tarulata APK Farma, produsen Pilkita, adalah salah satu perusahaan jamu dan obat herbal yang mengincar ceruk pasar tersebut, dengan terus melakukan pembenahan agar produknya diminati konsumen. Untuk itu, perusahaan ini merevitalisasi produk yang relevan dengan perilaku konsumen di era milenial ini. Pilkita dikenal sebagai merek jamu herbal yang berkhasiat meredakan pegal linu dan menghilangkan rasa capek, lemah, dan lesu.
Awalnya, Pilkita dikemas dalam bentuk tablet. Namun, sejak tiga tahun lalu, Pilkita diekstensifikasi dalam bentuk cair berupa sirup herbal. Strategi ekstensifikasi ini, menurut Purwanto Rahardjo, Presiden Direktur Marguna Tarulata APK Farma, merupakan upaya perusahaan menghadapi dinamika konsumen di masa kini dan berkompetisi dengan beragam merek produk sejenis.
Purwanto menyebutkan, produk pesaingnya antara lain Tolak Linu yang diproduksi Sido Muncul dan Oralinu. Produk ini juga membidik segmen konsumen dari generasi milenial. Menurutnya, jamu herbal berkhasiat serupa dengan suplemen dan punya ceruk pasar di segmen jamu pegal linu dan nyeri otot. Market size-nya pun cukup besar.
“Sekitar Rp 1 triliun per tahun. Dalam lima tahun ke depan, nilai pasar segmen jamu pegal linu dan nyeri otot akan meningkat hingga Rp 3 triliun,” katanya.
Menilik potensi pasar itu, langkah revitalisasi Pilkita dengan menambah varian kemasan sirup merupakan langkah nyata untuk menjaga pangsa pasarnya. “Market share merek yang kami kelola sebesar 12%,” ujar Purwanto.
Memiliki merek yang berumur lebih dari 50 tahun, menurutnya, merupakan suatu keberuntungan karena merek tersebut sudah dikenal konsumen. Namun, merek Pilkita tetap harus selalu diperbarui citranya dari waktu ke waktu untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman.
“Langkah revitalisasi dengan melempar produk ke pasar dalam kemasan sirup bertujuan untuk memenuhi keinginan konsumen milenial yang menuntut aspek kepraktisan saat mengonsumsi jamu,” dia menerangkan. Termasuk, memperbarui desain kemasan dengan menampilkan warna yang lebih segar dan memercikkan kesan modern.
Selain itu, revitalisasi ini turut menjamah aspek edukasi kepada konsumen. Pada 1990-an, kekuatan edukasi bertumpu pada media out of home tradisional, berupa pemasangan spanduk atau poster di sejumlah warung jamu. Beberapa tahun terakhir, Pilkita memanfatkan media digital, seperti medis sosial, dan media elektronik yang sesuai dengan perkembangan zaman. Pesan promosi pun dikemas dengan gaya masa kini yang terkesan smart, mengikuti gaya milenial.
Yang selalu menjadi tantangan, seperti disampaikan Purwanto, adalah upaya edukasi produk kepada konsumen milenial itu. Kini dibutuhkan banyak media untuk bisa mengomunikasikan pesan kepada mereka yang menyedot biaya operasional. Mau tidak mau, pihaknya harus menjalaninya. Perusahaan menggandeng endorser anak-anak muda untuk merangkul kalangan pembeli dari generasi milenial.
Salah satu endorser-nya adalah Puy Brahmantya. Pembawa acara dan bintang iklan ini didapuk membintangi iklan Pilkita Sirup Herbal. Iklan ini ditayangkan di YouTube dan hingga 19 Agustus 2019 telah ditonton 31.037 kali sejak pertama kali diunggah, pada 7 Juni 2018.
Kemudian, edukasi promo di berbagai media sosial, cetak, dan elektronik terus digencarkan secara konsisten. “Kami memanfaatkan beberapa media sosial dan elektronik yang lebih mengenal sasaran milenial dan mengupayakan pesan-pesan promosi yang lebih kekinian,” kata Purwanto.
Pihaknya juga melakukan promosi di berbagai titik penjualan, pasar tradisional, pasar modern, dan bazar, dengan mengadakan pop-up store serta memberikan contoh produk dan mengadakan undian berhadiah. Di samping itu, Pilkita tetap mempertahankan edukasi pola tradisional, yakni melakukan gerebek pasar dan permukiman di berbagai daerah di Jawa dengan cara berkeliling menggunakan unit mobil kanvas dan motor roda dua yang dilengkapi dengan pengeras suara.
Langkah berikutnya, menggenjot promosi dan penjualan di marketplace, yaitu Bukalapak dan Tokopedia. Hal ini bertujuan memudahkan konsumen, terutama kalngan milenial, untuk membelinya.
Strategi pemasaran Pilkita yang mengikuti dinamika zaman rupanya menuai hasil positif. Kinerja penjualan tumbuh rata-rata 10% per tahun, menyamai pertumbuhan industri nasional, dengan pangsa pasar 12%.
Kemasan sirup yang dianggap sebagai kemasan untuk pembeli milenial karena kepraktisannya berkontribusi dominan terhadap pertumbuhan penjualan. Sirup herbal Pilkita membutuhkan proses produksi yang berbeda dari tablet herbal Pilkita karena menggunakan teknologi yang lebih mutakhir.
“Ke depan, kami akan terus berinovasi untuk mengembangkan produk sirup herbal lainnya untuk membidik beberapa segmen, terutama kalangan milenial,” kata Purwanto.
Mengenai kunci sukses Pilkita menjadi living legend brand, Purwanto mengatakan, ”Khasiat dan kemasan adalah kunci utama untuk menjadi brand yang melegenda. Mengubah logo produk secara ekstrem sudah pasti dihindari.
Upaya edukasi pengetahuan produk kepada konsumen generasi baru selalu konsisten dilakukan agar jumlah konsumen baru terus meningkat dari waktu ke waktu.” Strategi ini menegaskan bahwa Pilkita sebagai merek obat linu tidak lekang ditelan zaman dan tetap digemari konsumen. (*)
Chandra Maulana & Vicky Rachman