EKBIS.CO, JAKARTA -- Stabilitas sistem keuangan salah satunya dipengaruhi kadar keterbukaan perekonomian sebuah negera terhadap perekonomian global. Semakin tingkat keterbukaannya, semakin kuat pengaruh perekonomian global terhadap stabilitas sistem keuangan sebuah negara atau perekonomian.
Perekonomian Indonesia bisa dikategorikan sebagai perekonomian yang terbuka. "Salah satu indikatornya adalah sistem exchange rate kita yang mengadopsi sistem kurs bebas," ujar ekonom Indef Rusli Abdullah dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, semalam. Indikator lainnya yakni bebas keluarnya arus modal jangka pendek yang keluar masuk Indonesia.
Keterbukaan perekonomian Indonesia menuntut adanya sebuah kerangka sistem jaring pengaman sistem keuangan. Rusli mengatakan sebagai perekonomian yang terbuka, guncangan yang melanda perekonomian Indonesia bisa menyentuh semua lapisan masyarakat. Baik itu yang bersentuhan dengan sistem keuangan yang ada, maupun masyarakat yang tidak bersentuhan langsung dengan sistem keuangan.
Golongan masyarakat kedua misalnya adalah para warga miskin. "Dampak yang bisa dirasakan oleh mereka secara tidak langsung dari ketidakstabilan sistem keuangan adalah kenaikan harga (inflasi), tertutupnya kesempatan kerja," kata Rusli.
Mitigasi terhadap ketidakstabilan sistem keuangan di Indonesia saat ini diwujudkan dengan menyusun rancangan undang-undang (RUU) Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) yang digawangi Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia, Kementerian Keuangan dan DPR.
Sayangnya, RUU tersebut masih fokus pada bagaimana memitigasi risiko dan penanganan terjadinya instabilitas sistem keuangan makro yang hanya melibaktkan secara langsung beberapa dari masyarakat kita. "Belum menyentuh pada sistem keuangan mikro kita. Meskipun demikian, mitigasi keuangan mikro sudah disasar oleh OJK melalui peraturan otoritas jasa keuangan (POJK)," ujar Rusli.