EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia berharap Bank Investasi Infrastruktur Asia (AIIB) membebankan syarat pengajuan pinjaman yang lebih ringan dibandingkan Bank Dunia dan lembaga donor lainnya, mengingat Indonesia merupakan salah satu pemegang saham dengan penyertaan modal yang cukup besar.
"Jika tidak ada relaksasi dibanding Bank Dunia, apalagi kita adalah anggotanya dari pendiri Bank itu, ya nanti kita mending ke Bank Dunia aja," kata Deputi Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Kemenko Perekonomian Lucky Eko Wuryanto di perhelatan Pekan Infrastruktur Indonesia 2015 di Jakarta, Rabu (4/11).
AIIB, menurut Lucky, dapat menjadi sumber pendanaan yang potensial untuk memenuhi kekurangan pendanaan infrastruktur di Indonesia. Modal awal yang dimiliki AIIB saat ini mencapai 20 miliar dolar AS dan ditargetkan dapat mencapai 100 miliar dolar AS dalam beberapa tahun ke depan.Namun, menurut Lucky, saat ini, pemerintah belum merampungkan daftar proyek yang prospektif untuk didanai AIIB.
Delegasi AIIB, yang dipimpin Presiden-Designate Jin Liqun tengah melakukan kunjungan kehormatan ke pemerintah Indonesia pada pekan ini.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Sofyan Djalil mengatakan pihaknya sedang mengevaluasi Daftar Rencana Proyek Pinjaman Luar Negeri atau Blue Book 2015-2019, untuk melihat proyek infrastruktur yang belum mendapatkan mitra kreditur.
Proyek infrastruktur tersebut, nantinya akan dikaji kembali untuk dicocokan dengan kriteria kredit yang diberikan AIIB. Dalam Blue Book 2015-2019, terdapat 116 proyek dengan nilai 39,9 miliar dolar AS.
Menurut Sofyan, AIIB menawarkan komitmen untuk lebih cepat dalam merealisasikan pinjaman."Untuk syarat dan ketentuan seperti bunga pinjaman, tenor mereka sama dengan Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia, namun mereka mengatakan akan membuatnya lebih cepat," kata dia.