EKBIS.CO, JAKARTA--Isu kenaikan suku bunga acuan Amerika Serika kembali muncul mengingat bank sentral negara itu (the Fed) akan kembali menggelar rapat bulan depan. Kenaikan ini akan berisiko kembali tertekannya nilai tukar rupiah.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI), Mirza Adityaswara mengatakan, dengan semakin dekatnya dengan kenaikan suku bunga the Fed, pasar akan melakukan antisipasi. "Begitu the Fed rate bilang akan naik Desember kemudian market di emerging market ada antisipasi dan dolar menguat lagi," katanya dalam acara Outlook Ekonomi dan Pasar Modal 2016 di JW Marriot, Mega Kuningan, Jakarta, Kamis (19/11).
Meski begitu, ia mengingatkan isu kenaikan suku bunga the Fed bukanlah hal yang baru. Jika suku bunga the Fed naik pada Desember, kata dia, artinya ketidampastian yang melingkupi pasar selama ini sudah akan lewat.
"Apa yang sekarang membuat emerging market muram adalah karena bunga the Fed naik dan ekonomi Cina melambat. Kalo ini jadi naik Desember, ketidakpastian sudah lewat," lanjut Mirza.
Menurutnya, kenaikan the Fed yang pertama ini memang yang ditunggu. Ia melihat usai kenaikan 0,25 persen jika ada kenaikan berikutnya itu akan terjadi secara gradual.
"Apakah kemudian orang akan menunggu the second rate increase (kenaikan kedua-red)? Orang akan membaca pernyataan dari the Fed," tuturnya.
Menurutnya, dua tahun lalu masyarakat menganggap kenaikan ini akan terjadi dengan cepat. Itu seperti pada periode 2004-2006, yaitu dari 1 ke 5 persen dalam waktu dua tahun. Namun, menurutnya kenaikan saat ini sudah berbeda.
"0,25 naik terus stop untuk sementara. Ini kenaikan very slow tapi gradual supaya tidak menimbulkan kepanikan dan ekonomi Amerika tidak akan jatuh lagi," terangnya.