EKBIS.CO, JAKARTA -- Indonesia masih mencatat nilai impor produk holtikultura yang tinggi. Impor tersebut sebagian besar untuk kebutuhan industri seperti cabai bubuk, bahan baku sambal, dan jus dalam kemasan.
"Hortikultura itu produk yang gampang rusak, kalau oversupply harganya jatuh, makanya mengawinkan petani dan pengolahanya merupakan keharusan," kata Direktur Perbenihan Hortikultura Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian Sri Wijayanti Yusuf di Jakarta, Kamis (26/11).
Sampai saat ini petani hortikultura Indonesia dinilai masih terpaku pada produksi tanaman segar dan basah. Padahal, terdapat kebutuhan industri yang membutuhkan cabai kering dalam skala besar dan rutin untuk memproduksi bumbu mie instan, sambal botol, atau bubuk cabai.
Kondisi tersebut mengakibatkan industri belum bisa mengandalkan petani yang belum konsisten dari segi jumlah produksi dan harganya. Selain itu, saat ini belum ada pengolah cabai kering di tingkat nasional. Produk holtikultura tersebut didatangkan dari Cina dan India. Hal serupa terjadi pada produksi jus buah skala industri.
Di sisi lain, Kementan melalui Ditjen Hortikultura berfokus pada dua komoditas hortikultura yang rentan yakni cabai dan bawang. Namun masih dalam proses mengarahkan pada pemenuhan kebutuhan produk konsumsi nasional, belum ke skala industri.
Data Kementan mencatat, pada 2012 impor cabai sebanyak 27,8 juta kg dengan nilai 29 juta dolar AS. Berlanjut pada 2013 dilakukan impor cabai sebanyak 23,1 juta kg dengan nilai 27,1 juta dolar AS. Pada 2014 impor terus berlanjut yakni sebanyak 26,1 juta kg atau senilai 30,9 juta dolar AS dan per September 2015, impor masih terjadi dan didominasi untuk memenuhi kebutuhan industri sebanyak 23,2 kg atau senilai 27,4 juta dolar AS.