EKBIS.CO, JAKARTA--Kementerian Pertanian (Kementan) optimistis Program Gerakan Tiga Kali Eskpor (Gratieks) bisa tercapai. Pasalnya dari sisi produk dan peluang terhadap pasar ekspor sangat besar.
Namun demikian, pandemi covid-19 berdampak serius terhadap distribusi dan penyimpanan bahan pangan khususnya produk hortikultura yang bersifat perishable atau mudah rusak. Diversifikasi pangan dan digitalisasi rantai pasok merupakan kunci untuk membangun daya tahan dan efisiensi rantai pasok produk hortikultura agar tetap mampu bersaing dengan negara lain.
“Kita butuh penanganan paska panen hortikultura yang lebih baik, higienis, dan menjamin kesegaran produk sehingga mampu bersaing lebih advance. Salah satu kebijakan Kementerian Pertanian saat ini adalah pengembangan Rantai Beku, anggaran sudah turun dan akan ada pengadaaan rantai dingin sebanyak 40 unit CAC (Control Atmoshphere Cold Storage),” jelas Bambang Sugiharto, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura Ditjen Hortikultura, Kementan saat Diskusi PanganTalk#3 bertemakan”Tantangan dan Peluang Pengembangan Rantai Beku Komoditas Hortikultura” yang dihelat oleh Kelompok Studi Ilmiah PanganInstitute.id melalui webinar pada Sabtu, (20/6).
Bambang menjelaskan bahwa Indonesia secara geografis diuntungkan sebagai negara tropis dan mampu menghasilkan produk hortikultura sangat MELIMPAH. Saat ini tercatat Indonesia sebagai produsen buah dan sayur Nomor 3 terbesar di dunia.
Namun tantangannya adalah susut produk hortikultura tinggi, rata-rata 50% setelah panen, besarnya susut ini akan berpengaruh pada margin dan daya serap konsumen. Namun demikian, Bambang punya solusinya.
“Strategi utamanya adalah cold chain, ini pentin untuk mempertahankan kualitas produk pangan hortikultura. Selain itu, kita juga sudah lalukan beberapa PROGRAM," kata dia.
Pertama, pengembangan paska panen yang dilengkapi dengan sarana seperti keranjang panen, precooling, sortasi, timbangan, sarana pengemasan dan pengangkutan.
Kedua, revitalisasi sub terminal agribisnis melalui cold storage, sarana pengemasan, pemasaran online, dan pengangkutan berpendingin. "Terakhir optimalisasi pasar tani dengan kelengkapan cold storage, showcase dan pemasaran online," katanya.
Senada dengan Bambang, Muhammad Makky, Ketua LPPM dan Dosen Teknik Petanian Universitas Andalas berpendapat bahwa sistem rantai beku untuk komoditas hortikutura memungkinkan umur simpan yang lebih lama, sehingga kehilangan produk yang bernilai ekonomi dikurangi. Tantangannya adalah manajemen suhu produk dari lahan sampai konsumen, khususnya setelah panen.
“Rantai beku yang ada saat ini hanya di tiga titik, yaitu Pedagang Besar, Grosir, Eksportir dan Agen. Sedangkan Produsen hortikultura umunya berskala kecil dan tidak memiliki kemampuan finansial untuk menerapkan rantai beku,” singgung Makky.
Pada aspek teknis, kecepatan proses pembekuan produk dan suhu penyimpanan khususnya pada transportasi belum standar, akibatnya, kualitas produk yang disimpan menurun dan kalah bersaing karena biaya simpan tinggi.
“ini bisa kita atasi dengan teknologi deep freeze yang memiliki keunggulan dari segi biaya dan kualitas suhu penyimpanannya. Kuncinya saat ini ada dua, Pertama, cold chain yang mampu mempertahankan kualitas produk lebih bagus, dan Kedua, memiliki rantai digital, artinya mampu dilacak kualitas, waktu, dan distribusinya,” jelasnya.
Pentingnya Cold Chain Komoditas Hortikultura
Bugie Pudjotomo, Asosiasi Rantai pendingin Indonesia juga berpandangan, Cold Chain pada produk hortikultura selain meminimalisir potensi kerugian paska panen dan loss of weight dan quality pada masa simpan, juga berdampak pada aspek lainnya. "Mulai dari peningkatan kualutas kesegaran, stabilitas suplay, daya tawar petani, dan perluasan jangkauan distribusi," kata dia.
Sebelumnya, Direktur Jendel Hortikultura, Prihasto Setyanto dalam beberapa kesempatan menyatakan bahwa sesuai arahan Bapak Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo untuk peningkatan kualitas paska panen dan pemasaran, pihaknya telah lakukan lima strategi.“Pertama peningkatan diplomasi perdagangan, promosi, investasi, dan ekspor. Kedua, peningkatan sertifikasi Good Agroicultural Practice (GAP), Ketiga Good Handling Practices (GHP), serta organik. Keempat, pengembangan kemitraan usaha, dan Kelima peningkatan registras kebun/lahan usaha serta Packing House,” tukas Anton, sapaan akrabnya.
Dengan adanya cold chain, Kemententerian Pertanian yakin kualitas produk hortikultura yang dihasilkan dapat meningkat, mampu bersaing dengan negara lain, dan meningkatkan ekspor.
Acara Webinar PanganTalk#3 oleh Pangan Institute.id di hadiri oleh Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura, Asosiasi Rantai Pendingin Indonesia ASHARE Indonesia Chapter, Sekretaris LPPM Universitas Andalas, Peserta dari BPTP Jambi, BPTP Kalbar, BPTP Bengkulu, Agroindustrial Tech. Dept. of UISI, Dinas Ketahanan Pangan Pertanian dan Perikanan Metro Lampung, Dinas TPHP Kalteng, Analis PMHP, Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Lampung, Dispang dan Horti Kaltim, Ditjen PKH Kementan, BUTTMKP Bekasi, Stiper Dharma Wacana Metro Lampung, Universitas Semarang, BBPPMBTPH, dan civitas akademika.