EKBIS.CO, JAKARTA -- Kaum buruh melihat negara tidak lagi hadir melindungi rakyat, khususnya di sektor-sektor yang menguasai hajat hidup orang banyak. Pernyataan ini mencuat menyusul adanya kenaikan tarif dasar listrik bagi golongan daya 1.300 dan 2.200 Volt Ampere (VA).
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan kekayaan alam yang menguasai hajat hidup orang banyak hendaknya dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Nyatanya, pemerintah belum mampu melakukannya.
"Kalau harga listrik ditaruh di mekanisme pasar, berarti ini bertentangan dengan UUD 1945," ujarnya saat dihubungi Republika.co.id kemarin. Buruh pun akan memasukkan kenaikan tarif listrik ini sebagai tuntutan aksi besar-besaran pada 8 dan 10 Desember mendatang.
Pemerintahan Jokowi dan Jusuf Kalla jangan hanya berorientasi pada investasi saja. Perlu juga menjaga tingkat konsumsi seperti mengendalikan harga-harga sembako, listrik, gas, dan lainnya yang memang menjadi tugas negara. Secara bersamaan, kata Iqbal, upah buruh harus bergerak ke arah upah layak, bukan malah upah murah.
"Jangan menaikkan tarif listrik dan kami menolak keras," ujarnya.
Bukan tidak mungkin buruh akan mengajukan judicial review terhadap Undang-Undang Ketenagalistrikan karena sudah terlalu bebas meletakkan harga listrik ke pasar. Penyesuaian tarif listrik untuk golongan 1.300 dan 2.200 VA dinilai membebankan masyarakat.
Pasalnya, listrik golongan tersebut biasanya digunakan oleh rumah tangga kecil seperti buruh. Untuk golongan tarif listrik 1.300 VA dan 2.200 VA, tarif naik 11 persen dari sebelumnya Rp 1.352 per kilo watt hour (kWh) menjadi Rp 1.509 per kWh.