EKBIS.CO, JAKARTA--Melanjutkan jalinan dagang yang telah terbangun lama, Indonesia dan Cina sepakat bekerja sama mempromosikan perdagangan kayu lestari berlisensi. Cina sepakat hanya akan menerima produk kayu yang telah dilengkapi sertifikat Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) dari Indonesia.
Kesepakatan berdasarkan Pertemuan Tingkat Tinggi antara delegasi Indonesia yang dipimpin Dirjen Pengelolaan Hutan Produksi Lestari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Putera Parthama dan Deputi Dirjen Kerjasama Internasional dari Administrasi Kehutanan Negara Cina, Chunfeng Wang. Pertemuan berlangsung di sela-sela Konferensi Perubahan Iklim COP 21 UNFCCC di Paris, Perancis, Selasa (1/12).
"Kesepakatan dengan Cina penting untuk memperkuat promosi perdagangan kayu legal," kata Putera. Cina, kata dia, merupakan salah satu konsumen utama produk kayu Indonesia. Indonesia-Cina sebenarnya pernah menandatangani perjanjian untuk pemberantasan pembalakan liar tahun 2010. Nantinya perjanjian tersebut akan ditindaklanjuti untuk diimplementasikan.
Putera menekankan negara konsumen harus menegaskan komitmennya hanya membeli produk yang legal agar pasokan produk kayu bisa terus berkelanjutan. Artinya, hubungan dagang saling menguntungkan antar negara bisa terus berlanjut. Putera juga menegaskan implementasi SVLK menjadi pilar penting dari perbaikan tata kelola kehutanan di Indonesia sebagai bagian dari mitigasi perubahan iklim.
Ia berharap perdagangan produk kayu antara Indonesia-Cina meningkat dengan komitmen yang dinyatakan Chunfeng Wang. Dia setuju jika nantinya Cina hanya menerima produk kayu Indonesia yang memiliki sertifikat SVLK. Kerjasama tersebut tidak saja akan meningkatkan perdagangan Cina-Indonesia, tapi juga meningkatkan kepercayaan dunia terhadap negara terkait karena hanya membeli kayu legal.
Kredibilitas SVLK, lanjut dia, sudah cukup diakui pasar global. Saat ini sistem tersebut menjadi bagian dari negosiasi perjanjian kemitraan sukarela (VPA) untuk penegakan hukum, perbaikan tata kelola, dan perdagangan sektor kehutanan (FLEGT) antara Indonesia-Uni Eropa. SVLK juga diakui oleh mitra dagang Indonesia lainnya termasuk Amerika Serikat dan Australia.
Berdasarkan Sistem Informasi Legalitas Kayu (SILK) per 1 Desember 2015, Indonesia mengekspor prooduk kayu ke berbagai negara senilai sekitar 9 miliar dolar AS. Cina menjadi tujuan utama dengan menyerap 4,2 juta ton produk kayu senilai 2 miliar dolar AS. Pasar Cina jauh di atas Jepang diposisi kedua yang menyerap 1,7 juta ton senilai 1,2 miliar dolar AS.