Craig mengapresiasi langkah pemerintah selama ini untuk menggairahkan industri migas tanah air di saat harga minyak lesu begini. Salah satunya upaya adalah penyederhanaan perizinan yang selama ini dikenai berbelit dan memakan waktu cukup lama.
"Pemerintahan yang baru ini sudah lakukan beberapa reformasi tapi sebetulnya masih banyak yang harus dilakukan," katanya.
Craig menambahkan, pada kuartal pertama 2015 pelaku migas sebetulnya merasa optimis harga minyak bakal membaik pada akhir 2015. Sebab, harga minyak sempat bertengger di level 60 dolar AS per barel.
Namun, lanjut dia, hal tersebut tidak bertahan lama lantaran harga minyak kembali terkoreksi pada Juli dan jelang akhir tahun harga minyak berada dikisaran 40 dolar AS per barel.
Keadaan ini memaksa pelaku usaha untuk restrukturisasi besar-besaran kegiatan operasi dan investasi. "Dampak ini tidak hanya terasa di Indonesia tapi juga industri migas di seluruh dunia," ujarnya.