EKBIS.CO, NUSA DUA - Kementerian Keuangan terpaksa menambah utang akibat tidak tercapainya penerimaan pajak. Tambahan utang ini dilakukan untuk menutupi defisit anggaran yang melebar dari 1,9 persen menjadi 2,78 persen.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Robert Pakpahan mengatakan, penambahan utang sekitar Rp 94 triliun. "Kira-kira sebesar itu dengan asumsi defisit melebar jadi 2,78 persen terhadap PDB (produk domestik bruto)," kata Robert dalam sela-sela acara Forum Internasional Ekonomi dan Kebijakan Publik di Nusa Dua, Bali, Kamis (10/12).
Robert mengatakan, tambabahan pembiayaan tersebut kebanyakan berasal dari utang multilateral seperti Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia dan Bank Pembangunan Jerman. Hampir semua utang yang dibutuhkan sudah ditarik dan sudah masuk kas negara.
"Tambahan pembiayaan sudah aman. Paling, hanya satu atau dua loan (pinjaman) lagi yang belum tereksekusi. Tapi, bisa kita tarik suatu saat," ujarnya.
Robert mengungkapkan, pinjaman multilateral paling besar berasal dari Bank Dunia. Jumlahnya mencapai 2,5 miliar dolar AS.
Pemerintah memilih menambah utang dari multilateral karena dinilai lebih aman ketimbang harus menambah penjualan surat berharga negara ke pasar. Kata Robert, penambahan utang dari multilateral tidak akan menimbulkan risiko apabila suatu waktu terjadi gejolak dalam perekonomian Indonesia. "Selain itu, pinjaman multilateral lebih murah bunganya," kata Robert.
Baca juga: Indonesia akan Tambah Utang Rp 605 Triliun