EKBIS.CO, JAKARTA – Tekanan terhadap rupiah dinilai tidak terpengaruh dari aliran dana asing yang masuk ke Indonesia. Sebab, saat aliran dana asing tetap masuk namun rupiah masih terdepresiasi.
Managing Director Head of Global Market HSBC, Ali Setiawan, mengatakan, meskipun rupiah masih melemah di kisaran Rp 13.500 – Rp 14.000 per dolar AS, kondisinya berbeda dengan krisis 1998. Sebab, saat itu cadangan devisa Indonesia hanya 20 miliar dolar AS, sedangkan saat ini 100 miliar dolar AS.
Rasio utang luar negeri (ULN) terhadap PDB pada 1998 juga cukup besar. Saat ini, perbankan secara kapital solid, denga rasio kecukupan modal (CAR) 20,7 persen. Selain itu, saat ini korporasi telah melakukan lindung nilai (hedging) dalam melakukan ULN.
Menurutnya, dalam beberapa tahun ini nilai tukar rupiah sulit menguat. Sebelumnya, banyak yang berpendapat jika rupiah menguat karena aliran dana asing yang masuk ke Indonesia. Namun, dia menilai tidak ada hubungannya penguatan rupiah dengan dana asing yang masuk deras ke dalam negeri.
“Korelasinya tidak ada. Tahun 2013-2014-2015 dana asing masuk plus. Tapi rupiah kita melemah. Jadi tidak ada hubungan dengan dana asing. Yang terjadi beberapa tahun terakhir struktural dalam negeri berubah yang membuat transaksi pasar valas dalam negeri sulit mendukung penguatan rupiah,” jelasnya dalam Seminar Indonesia Economic and Financial Sector Outlook 2016 di Jakarta, Kamis (10/12).
Menurutnya, membawa dolar AS masuk ke Indonesia bagus, tapi tidak akan berdampak kalau dolarnya tidak dijadikan rupiah. Tekanan terhadap rupiah selalu terlihat setiap akhir bulan, akhir kuartal dan akhir semester.
Ali menggambarkan, pada Januari-Februari 2015 aliran dana yang masuk ke Indonesia cukup besar, akibat banyaknya dana yang keluar dari Rusia dan masuk ke emerging market. Setelah Februari, dana justru keluar (outflow) sehingga tidak ada tambahan untuk suplai penjualan dolar. Sedangkan di dalam negeri pembelian dolar terus meningkat.
“Yang harus dilakukan bagaimana agar eksportir mau menjual dolar AS di dalam negeri, sehingga pemerintah memberikan banyak insentif, seperti insentif pajak,” ucapnya.