2. Turki
Turki adalah salah satu negara yang paling diuntungkan ketika The Fed memotong suku bunga mendekati nol. Ini terlihat dari besarnya investor asing yang masuk dan ekonominya tumbuh 9 persen pada 2010 dan 2011. Tapi kondisi tersebut berubah cepat. Tahun ini, ekonomi Turki diperkirakan hanya tumbuh tiga persen.
Turki akan menderita jika dolar AS terus menguat lebih lanjut karena impor lebih banyak daripada ekspor. Kenaikan suku bunga di AS bisa membuat impor Turki menjadi lebih mahal.
Standard & Poor's telah mengingatkan bahwa sektor perbankan negara tersebut terlalu bergantung pada pinjaman luar negeri jangka pendek. Utang luar negeri jangka pendek Turki hampir 125 miliar dolar AS.
3. Afrika Selatan
Berdasarkan data Capital Economics, Afrika Selatan memiliki salah satu persyaratan pendanaan eksternal tertinggi di dunia. Itu berarti cadangan mata uangnya jauh lebih kecil dari jumlah yang dibutuhkan untuk layanan utang luar negeri dan membayar impor.
Dolar AS yang lebih kuat akan membuat masalah ini menjadi lebih buruk. Afrika Selatan juga terpukul karena ekonominya sangat tergantung pada pertambangan yang telah hancur oleh harga komoditas rendah.
Negara berkembang lain seperti Rusia, Venezuela, dan Nigeria juga sangat bergantung pada ekspor komoditas untuk mendorong pendapatan negara. Pasalnya komoditas diperdagangkan dalam bentuk dolar AS sehingga harga mereka bisa anjlok.
Cina juga cenderung akan merasakan dampaknya, terutama karena pemerintah setempat mulai membiarkan yuan untuk perdagangan lebih bebas. Namun tidak seperti kebanyakan pasar negara berkembang lain, Cina memiliki ekspor dan cadangan devisa besar sehingga memberikan perlindungan terhadap adanya kemungkinan guncangan.