EKBIS.CO, SEMARANG -- Hingga akhir tahun 2015 di wilayah Jawa Tengah dan DIY sedikitnya ada 252 kasus perusahaan menunggak iuran (PMI) BPJS Ketenagakerjaan.
Dari jumlah perusahaan tersebut, potensi tunggakan iuran hingga Rp 7,4 miliar. Kasus tersebut telah dilimpahkan pihak BPJS Ketenagakerjaan Kanwil Jawa Tengah dan DIY kepada lembaga kejaksaan.
Kepala Kantor BPJS Ketenagakerjaan Kanwil Jawa Tengah dan DIY, Achmad Hafiz mengatakan, dalam rangka penegakan peraturan tentang BPJS Ketenagakerjaan, telah dilakukan kerja sama dengan sejumlah lembaga.
“Masing- masing dengan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) serta pihak Kejaksaan,” kata Hafiz di Semarang, Senin (28/12).
Kerja sama dengan Disnakertrans, jelasnya, difokuskan pada kegiatan sosialisasi bersama serta pembinaan kepada perusahaan, termasuk kerja sama dalam penegakan hukum melalui Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). Sedangkan, kerja sama dengan aparat kejaksaan lebih difokuskan kepada upaya penindakan terhadap perusahaan- perusahaan yang menunggak iuran BPJS Ketenagakerjaan.
“Di wilayah kerja BPJS Ketenagakerjaan Kanwil Jawa Tengah dan DIY, sedikitnya ada 252 PMI yang berurusan dengan pihak Kejaksaan,” ungkapnya.
Ia juga menyampaikan, sehubungan dengan perubahan kelembagaan dari BUMN menjadi badan hukum yang bertanggungjawab langsung kepada Presiden, BPJS Ketenagakerjaan memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan dan pemeriksaan (wasrik).
Khususnya terhadap perusahaan yang melakukan pelanggaran atas ketentuan peraturan BPJS Ketenagakerjaan, yang meliputi PMI, perusahaan daftar sebagian tenaga kerja (PDS-TK), perusahaan daftar sebagian upah (PDS Upah) serta perusajaan wajib belum daftar (PWBD).
Terkait kewenangan ini, pihaknya secara kontinyu juga melaksanakan wasrik selaligus memberikan sanksi administratif kepada perusahaan yang tidak menunjukkan kepatuhan terhadap peraturan tersebut.
Hingga 30 November 2015, tercatat sebanyak 420 pelanggaran telah ditangani melalui wasrik ini. Dari jumlah pelanggaran tersebut, sebanyak 194 perusahaan kembali bisa mematuhi peraturan yang berlaku.
“Artinya, iuran yang menjadi hak pekerja hingga Rp 4.036.203.954 telah terbayarkan oleh perusahaan yang melakukan pelanggaran tersebut, melalui wasrik tersebut,” tambah Hafiz.