EKBIS.CO, PEKANBARU -- Belasan maskapai dengan wilayah operasi di Bandara Internasional Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru terpaksa harus kehilangan pendapatan hingga miliaran rupiah tahun ini akibat tidak bisa beroperasi sesuai jadwal terbang karena kabut asap.
"Sebagian besar maskapai batalkan penerbangan akibat kabut asap dari kebakaran hutan dan lahan di Sumatera. Sudah pasti, maskapai kehilangan pendapatan yang tadinya berpotensi di dapat," ungkap Ketua Airlines Operator Commite (AOC) Pekanbaru Wahyu Wijanarko di Pekanbaru, Kamis (31/12).
Akibat kebakaran lahan dan hutan di Sumatera berlangsung dari awal September hingga akhir Oktober 2015, lanjut Wahyu, jarak pandang menjadi berkurang drastis terutama di wilayah bandara Pekanbaru sempat mencapai 150 meter.
Padahal jarak pandang bagi pilot pesawat ketika berada di udara untuk melihat landasan pacu bandara setempat, memiliki panjang 2.240 meter dan lebar 45 meter harus 1.000 meter, sesuai standar minimal keamanan demi melakukan pendaratan pesawat baik jenis Boeing 737 seri atau Airbus A320.
Terdapat lebih dari 10 hari dari dua bulan, belasan maskapai di Bandara Internasional Sultan Syarif Kasim II dengan frekuensi terbang paling banyak 78 kali dalam satu hari, membatalkan penerbangan alias lumpuh total.
"Alhamdulillah, kalau tidak salah per tanggal 20 Oktober sudah bagus cuacanya sampai hari ini. Jadi kemarin AirAsia, itu sudah batal terbang hingga 31 Oktober termasuk Citilink. Rata-rata maskapai mulai beroperasi di tanggal 1 November," katanya.
Dari sisi calon penumpang pesawat, ucap dia, baru selama dua pekan, setelah maskapai beroperasi meski tidak penuh sesuai jadwal penerbangan terisi dari angka normal 8.000 orang baik rute domestik dan rute internasional.
"Kebetulan di musim kabut asap tahun ini bersamaan dengan musim sepi penumpang, ditambah lagi calon penumpang yang bersikap traumatik akibat asap. Kini penumpang sedang lagi musim ramai lakukan perjalanan untuk liburan tahun baru," ucap Wahyu.
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau menyebut, kabut asap kebakaran lahan dan hutan di Riau telah berdampak negatif luar biasa terhadap perekonomian daerah, khususnya kepada tujuh sektor usaha yang terkena imbas langsung.
"Kami hanya menyempitkan ke tujuh sektor yang dinilai lebih mewakili karena langsung terkena dampak kabut asap," kata Deputi Kepala Perwakilan BI Provinsi Riau, Irwan Mulawarman.
Tujuh sektor itu yakni sektor transportasi, sektor jasa pengiriman, serta sektor perdagangan, penyedia akomodasi jasa makan dan minuman, sektor jasa pendidikan dan kesehatan, sektor perkebunan, konstruksi dan properti, dan sektor perbankan.
Ia membeberkan, kerugian paling besar terjadi sektor transportasi dan jasa pengiriman. Terhadap sektor transportasi, kabut asap telah menyebabkan terganggunya aktivitas Bandara Sultan Syarif Kasim II dan bahkan beberapa kali aktivitas penerbangan lumpuh.
"Kita perkirakan penurunan omzet lebih dari Rp 200 miliar untuk penjualan tiket pesawat selama September 2015, dan lebih dari Rp 1,5 miliar operasional bandara, belum termasuk 'handling fee' dan jasa lain yang terkait. Berlanjutnya kondisi asap sampai dengan bulan Oktober, diperkirakan turunkan omzet lebih dari 60 persen," katanya.