EKBIS.CO, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Agribisnis, Pangan, dan Kehutanan Franky O. Widjaja mengatakan, dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) produk-produk Indonesia terutama makanan dan minuman olahan harus siap bersaing di dalam negeri.
Dengan pangsa pasar yang besar, seharusnya produk Indonesia bisa menjadi raja di negeri sendiri.
"Produk luar yang akan masuk tentu mempelajari dulu konsumen di Indonesia, oleh karena itu kita harus lebih mengutamakan daerah-daerah untuk menjadi acuan," ujar Franky di Jakarta, Senin (4/1).
Franky mengatakan, industri makanan dan minuman merupakan salah satu sektor yang menjadi unggulan dalam menghadapi MEA. Namun, industri ini justru harus melewati tantangan dan persaingan berat dari negara lain di ASEAN. Franky mencontohkan, franchise Indonesia saat ini banyak yang hilang dan mulai berganti dengan franchise dari negara lain.
"Sebetulnya kita sudah siap untuk bersaing namun sekarang persaingannya semakin meluas ke sektor tenaga kerja, sehingga ini yang menjadi tantangan" ujar Franky.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Hubungan Luar Negeri Shinta Widjaja Kamdani mengatakan, misi utama MEA sebenarnya bukan pertarungan bebas antar negara ASEAN melainkan kolaborasi.
Salah satu poin utama dalam skema MEA yakni adanya kesepakatan menuju pasar tunggal untuk lima sektor antara lain bebasnya arus barang, jasa, modal, investasi, dan tenaga kerja.
"Meningkatkan daya saing memang penting, tapi yang menjadi tujuan utama MEA adalah meningkatkan daya saing ASEAN di tingkat global," kata Shinta.
Menurut Shinta, pelaku usaha Indonesia selama ini sudah bisa bersaing dengan negara-negara lain di ASEAN.
Paket ekonomi, deregulasi, dan pembangunan infrastruktur yang dilakukan oleh pemerintah dapat mendongkrak daya saing Indonesia di internal ASEAN. Ada tiga langkah yang mesti ditempuh, yakni harmonisasi regulasi, penerapan standar produk ASEAN, dan strategi agar bisa masuk dalam rantai pasok global.