EKBIS.CO, JAKARTA -- Sepanjang 2015 lalu, produksi minyak nasional mengalami penurunan dibanding produksi pada tahun sebelumnya sebanyak 790 ribu barel minyak bumi per hari. Produksi minyak bumi pada 2015 sebanyak 785,766 ribu barel minyak per hari, di mana angka ini hanya 95,2 persen dari target yang tercantum pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBNP) 2015 sebesar 825 ribu barel per hari.
Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Amien Sunaryadi menjelaskan, berbagai hambatan baik teknis maupun nonteknis membuat produksi minyak tak capai target. Kendala terbesar, menurutnya, adalah mundurnya sejumlah proyek yang mau tak mau juga menunda puncak produksi di tiap lapangan lokasi proyek.
Penundaan proyek yang paling berdampak terhadap penurunan produksi minyak adalah proyek di Lapangan Banyu Urip (full scale) yang dijalankan oleh Exxon Mobil Cepu Limited (EMCL). Tahun lalu produksi Lapangan Banyu Urip hanya bisa mencapai 46 ribu barel per hari. Amien menambahkan, target produksi dari Lapangan Banyu Urip semakin jauh untuk dicapai setelah ada indiden pemogokan karyawan pada 1 Agustus 2015 lalu.
Selain Banyu Urip, proyek lain yang tertunda sepanjang 2015 lalu adalah proyek Lapangan TBA oleh JOB PetroChina Salawati, Lapangan Bukit Tua oleh Petronas Katapang, Lapangan Kepodang oleh Petronas Muriah, dan Lapangan Bayan oleh Manhattan Kalimantan Invesment (MKI).
Amien mengatakan, penurunan jumlah sumur eksisting sepanjang 2015 juga mengurangi jumlah produksi. Salah satu operator yang mengalami penurunan jumlah sumur produksi adalah PT Pertamina EP, dengan kontribusi penurunan produksi sebesar 9.200 barel minyak per harinya.
"Ada juga kendala setelah harga minyak turun, di mana lapangan berkurang nilai keekonomiannya seperti EMP Tonga dan EMP Gebang," kata Amien.
Secara umum, kata Amien, kondisi global berupa penurunan harga minyak dunia tidak bisa dihindari. SKK Migas kemudian menginstruksikan KKKS untuk melakukan efisiensi penggunaan biaya untuk menjaga keekonomian, salah satunya dengan menunda proyek.
"Upaya lainnya, ada monitoring lebih intensif untuk on going project, menambah sumur pengambangan, work over, dan well services. Koordinasi lebih aktif juga dilakukan dengan instansi terkait," ujar Amien.
Amien menyebutkan, kendala lain seperti pembebasan lahan dan perizinan, kendala pengadaan, penyerapan buyer yang rendah, serta kendala pengelolaan terkait perpanjangan wilayah kerja juga membebani target pencapaian produksi minyak pada 2015 lalu.
Menghadapi tahun ini, SKK Migas akan lebih gencar dalam mendorong penyelesaian masalah midstream dan downstream, serta memberi kepastian pengelolaan wilayah kerja, jauh sebelum masa WK berakhir.
Sementara itu, Pengamat Perminyakan sekaligus pendiri Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto menilai wajar adanya penurunan produksi minyak pada tahun lalu, dan kemungkinan akan berlanjut pada 2016 ini. Salah satu alasan besarnya adalah mundurnya proyek Banyu Urip di Blok Cepu yang memaksa target lifting 2016 dikoreksi.
"Apalagi harga minyak rendah. Jadi ada peluang perusahaan minyak merevisi anggarannya sehingga menurunkan aktivitas," katanya.