EKBIS.CO, JAKARTA – Indonesia terancam dihempas oleh resesi ekonomi dunia. Hal tersebut ditandai dengan devaluasi Yuan, menukiknya harga minyak yang mungkin akan mencapai di bawah 20 dolar AS per barel, dan koreksi Bank Dunia atas pertumbuhan ekonomi dunia dari 3,3 persen menjadi 2,9 persen.
Yuan lagi-lagi devaluasi karena masalah harga minyak dunia yang jatuh dan melorotnya harga saham. Harga minyak menukik karena Amerika Serikat (AS) sukses mengekplorasi miyak dan oil shale, suatu teknologi yang perangkatnya cukup diangkut dengan mobil pick up. Ini mengakibatkan biaya produksi minyak mentah menukik luar biasa.
“Negara manapun yang mengeluarkan biaya produksi minyak mentah di atas 20 dolar AS per barel akan terpukul karena biaya teknologi untuk eksplorasi minyak dan oil shale di bawah 4 dolar AS per barel,” kata pengamat ekonomi politik Ichsanuddin Noorsy, Selasa (12/1).
Dengan menyebarluaskan penggunaan pembangkit listrik bertenaga matahari, solar panel, dan angin, AS telah berhasil mengonversi penggunaan energi fosil ke tenaga matahari untuk listrik sebesar 6 juta barel perhari. Ini semua di luar dugaan masyarakat dunia.
Awalnya, ahli teknologi perminyakan menduga penggunaan teknologi untuk shale baru akan mencuat pada 2016. Kenyataannya justru lebih cepat. Demikian juga dengan penggunaan energi baru terbarukan.
Hillary Clinton dari Partai Demokrat dalam kampanye Pilpres 2016 selalu membawa isu pentingnya energi surya dan angin. Presiden AS Barrack Obama pun menerapkannya melalui kampanye perobahan iklim global dengan membuat perjanjian penggunaan energi global yang bersih bersama Cina. Jerman, Jepang, Cina, dan India mengikuti jejak penggunaan energi terbarukan ini.
“Akibatnya, seperti yang kita saksikan sekarang, harga minyak dunia menukik,” ujar Ichsanuddin.