EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemain utama pasar sukuk global seperti Malaysia dan negara-negara Kawasan Teluk (GCC) diprediksi akan menurunkan penerbitan sukuk. Dengan itu, Indonesia berpeluang lebih besar mengambil alih pasar sukuk.
Analis PT Danareksa Sekuritas Yudistira Slamet mengatakan, di Malaysia sukuk jadi yang dominan, sementara di Indonesia sukuk masih minor. Saat terbitan sukuk Malaysia dikurangi, ada ruang yang bisa diambil alih Indonesia di pasar sukuk global.
Apalagi, kata Yudistira, segala surat utang yang diterbitkan pemerintah Indonesia di pasar global selalu ramai peminat dan laku. Peminat sukuk juga banyak dan tidak hanya dari negara-negara Timur Tengah tapi negara-negara Barat dan Asia.
''Mereka juga butuh mendiversifikasi fortofolionya,'' kata Yudistira.
Sukuk Indonesia, terutama sukuk pemerintah, dipengaruhi minat investor. Sempat ada keengganan investor asing terhadap sukuk pemerintah karena saat pencatatan, penerbitnya bukan negara tapi satu entitas yang didirikan negara. Namun, belakangan itu diubah dan diharapkan bisa memicu minat investor.
Jika terbitan sukuk Malaysia diprediksi turun, Yudistira melihat Indonesia tidak seperti Malaysia. Dengan kondisi itu ditambah kebutuhan dalam negeri, Indonesia mungkin bisa menerbitkan sukuk jangka panjang (10 tahun), meskipun diiringi permintaan kenaikan imbal hasil.
Untuk sukuk korporasi, pengaruhnya ada pada pasokan dan permintaan. Ia menilai permintaan sukuk korporasi tetap ada, hanya saja belum diimbangi pasokan karena aturan yang masih ketat. Aturan itu seperti larangan perusahaan pembiayaan menerbitkan sukuk untuk pembiayaan nonsyariah.
Pemerintah berencana menerbitan surat utang sebesar Rp 532,4 triliun pada 2016 ini. Dari jumlah itu, 24 persennya atau Rp 130 triliun bersumber dari surat utang syariah (sukuk).
Dari total terbitan Rp 130 triliun, sebesar 20-30 persen berupa sukuk valuta asing. Tahun lalu, target penerbitan sukuk sebesar Rp 110 triliun.
Baca juga: Sukuk Indonesia Diprediksi Tetap Menarik Minat Investor