EKBIS.CO, JAKARTA -- Meski Bank Indonesia telah menurunkan suku bunga acuan BI (BI Rate) sebesar 25 basis poin, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) belum berencana menurunkan suku bunganya, baik suku bunga simpanan maupun pinjaman. Sebab, Nett Interest Margin (NIM) atau rasio pendapatan bunga perseroan masih tergolong rendah.
"Jika dibandingkan, NIM kami itu 5,8 persen per September 2015. Ini paling rendah di antara lima bank besar lainnya," ujar CEO Bank Mandiri, Budi Gunadi Sadikin, Rabu (27/1).
Budi menilai, Indonesia memang membutuhkan bunga kredit yang rendah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Bahkan, hingga di bawah 10 persen seperti yang diinginkan kalangan dunia usaha. Akan tetapi, untuk merealisasikan hal tersebut ternyata penuh pertimbangan. Ia menilai penurunan BI Rate belum cukup untuk membuat bunga kredit ikut turun.
"Suku bunga perbankan kita masih relatif tinggi dibandingkan negara lain. Kalau ingin mendorong kompetitif itu memang harus diturunkan,"ungkapnya.
Budi mengungkapkan, ada beberapa pertimbangan perbankan mengenai hal ini. Pertimbangan perbankan yang pertama adalah risiko fundamental yaitu inflasi. Menurutnya, masih ada kerentanan lonjakan inflasi dalam beberapa waktu ke depan, khususnya dari sisi pangan. Meski pada 2015 inflasi cukup terkendali.
"Sulit kita turunkan kalau ada risiko inflasi akan melonjak. Karena ketika inflasi melonjak, itu akan menekan cost perbankan. Hal yang sangat umum, kalau nasabah besar minta deposito bunga tinggi. Itu kan menjadi cost perbankan," tuturnya.
Pertimbangan selanjutnya yaitu kondisi nilai tukar. Kendati pergerakan nilai tukar rupiah tidak seburuk banyak negara berkembang lainnya, kata Budi, tetapi tetap akan berpengaruh kepada perbankan.
"Jika rupiah kembali melemah, maka bunga kredit bisa naik lagi. Kita harapannya tidak ada gejolak, terutama juga kurs. Kalau naik lagi ke 14 ribu, bunga pasti naik lagi," ungkapnya.
Baca juga: Penguatan IHSG Dibayangi Aksi Ambil Untung