EKBIS.CO, JAKARTA -- Lesunya industri hulu minyak dan gas bumi (migas) ikut memukul usaha turunan yang bergerak di sektor jasa migas. Salah satunya adalah penyedia jasa pengeboran minyak bumi yang hingga kini masih "sepi proyek" lantaran perusahaan migas nasional atau kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) menyetop sebagian besar proyek pengeboran dan eksplorasi migas tahun ini. Akibatnya beragam, mulai dari perampingan biaya operasional sampai pemutusan hubungan kerja (PHK) pegawai sub-kontraktor yang biasa bekerja di lapangan.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Pengeboran Minyak, Gas, dan Panas Bumi Indonesia (APMI) Wargono Soenarko mengungkapkan, dalam satu rig (instalasi pengeboran) misalnya, dibutuhkan setidaknya 80 orang pekerja. Kini dengan kondisi harga minyak yang rendah, satu rig cukup dioperasikan 50 orang saja atau paling banyak 55 orang.
Kondisi tersebut dinilai semakin parah dalam kurun waktu satu tahun belakangan sejak tren harga minyak dunia terus merosot menyusul kelebihan pasokan minyak global. Wargono menyebutkan, di awal 2015 asosiasi yang dia kelola beranggotakan 480 perusahaan jasa pengeboran. Dalam rentang waktu satu tahun saja, saat ini di awal 2016 APMI beranggotakan 300 perusahaan jasa pengeboran migas. Artinya, kata Wargono, lebih dari 150 perusahan penyedia jasa pengeboran migas terpaksa tutup warung. Ia mengaku, alasan banyaknya perusahaan pengeboran yang tak bertahan jelas karena penyesuaian perusahaan migas untuk lebih irit. Akibatnya, pekerjaan mereka berkurang.
"Dan banyak perusahaan yang kecil, yang sudah tidak bisa apa-apa. Karena kalau dikerjain rugi, jadi mending diam," kata Wargono, Kamis (28/1).
Wargono menghimbau kepada pemerintah untuk memberikan insentif kepada perusahaan migas nasional atau KKKS. Insentif, kata dia, bisa berupa keringanan pajak atau perizinan eksplorasi yang dipermudah. Wargono menilai, yang utama saat ini adalah bagaimana perusahaan bisa bertahan dengan proyek minim namun pekerja yang tetap bisa dipertahankan. Apabila KKKS masih menjalankan proyek eksplorasi, ia menilai, pengurangan pegawai bisa dihindari.
Terpukulnya industri migas dan industri pendukung turut diakui oleh Rovicky Dwi Putrohari yang kini menjabat sebagai Dewan Penasihat Ikatan Ahli Geologi Indonesia. Rovicky mengatakan, hampir semua pekerja migas sangat merasakan kegalauan atas nasib mereka bahkan beberapa merasakan cemas, terutama bila ada pengurangan pekerja.
"Perlu ada usaha pemerintah untuk memiliki proyek 'padat karya', artinya tetap membuat mereka sibuk," kata Rovicky.
Rovicky mengatakan, salah satu yang perlu dilakukan oleh pemerintah untuk meredam dampak rendahnya harga minyak dunia adalah melakukan aktivitas yang padat karya, padat pemikiran, tetapi berbiaya rendah. Kegiatan seperti riset, studi, dan penyusunan standardisasi perusahaan, menurutnya, perlu dilakukan dibanding proyek-proyek lain yang berbiaya tinggi.
"Dengan demikian kegiatan mahal, misal pengeboran, konstruksi, akuisisi seismik, dan akuisisi data yang mahal perlu ditangguhkan," ujar dia.
Terkait kondisi saat ini, Rovicky menilai perusahaan jasa perminyakan akan terkena dampak lebih dulu ketimbang perusahaan migas atau KKKS. Hanya saja, menurutnya, di Indonesia KKKS tidak dapat serta merta mengurangi pegawainya karena harus persetujuan Satuan Kerja Khusus Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).