Jumat 29 Jan 2016 13:18 WIB

Payung Hukum Impor Sapi Berbasis Zona Dinilai Ganjil

Rep: Sonia Fitri/ Red: Nidia Zuraya
Petugas menurunkan sapi impor asal australia di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.Republika/Edwin Dwi Putranto
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Petugas menurunkan sapi impor asal australia di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.Republika/Edwin Dwi Putranto

EKBIS.CO,  JAKARTA -- Pengamat Peternakan dari Universitas Padjajaran Rochadi Tawaf melihat payung hukum aturan impor sapi zona base ganjil. Sebab, payung hukum berupa Undang-Undang 41/2014 tersebut masih mandeg dalam proses uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK). 

"Uji materi sampai saat ini belum jalan, diberhentikan karena katanya pemerintah belum siap, tapi lucu, tahu-tahu ada keluarlah paket kebijakan ekonomi jilid IX," katanya kepada Republika, Jumat (29/1). 

Padahal, menurut Rochadi, poses uji materi tinggal menginjak tahap mendengarkan saksi-saksi. Otomatis keberadaan paket ekonomi IX tidak menghormati proses hukum yang tengah berlangsung di Mahkamah Konstitusi.

Seperti diketahui, belum lama ini pemerintah di dalam Paket Kebijakan Jilid IX-nya telah menetapkan perluasan wilayah impor sapi dari yang selama ini berbasis negara menjadi berbasis zona. Dengan begitu, gerbang daging fan ernak impor dari negara yang belum ditetapkan bebas Penyakit Kuku dan Mulut (PMK) terbuka lebar.

Rochadi juga melihat ketidaksiapan pemerintah dalam menjaga negara bebas PMK manakala impor ternak dari negara luar yang belum bebas PMK terbuka. Jika siap, seharusnya transparansi soal mekanisme penjagaannya secara detail bisa dijabarkan ke publik. 

Ia menerangkan, muasal uji materi terhadap UU 41/2014 yang diajukan asosiasi peternak. Semua dimulai dari keputusan UU No.18/2009 yang direvisi pada periode 2012-2013. Berdasarkan keputusan MK No. 137/PUU-VII/2009, MK secara sah menetapkan pemasukan impor sapi tetap memberlakukan konsep country based berdasar pada maksimum sekuriti. 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement