EKBIS.CO, JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) masih konsisten menegaskan pasokan bahan pangan cukup. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementan Suwandi mengurai kompleksitas masalah pangan.
"Bukan sekadar terkait aspek ekonomi supply-demand, tetapi juga terkait karakteristik wilayah, perilaku pasar, teknologi, sosial-budaya, politik dan lainnya," kata dia.
Secara normatif dan kondisi pasar normal, maka harga akan stabil mencapai keseimbangan apabila pasokan mencukupi. Tapi hukum positif fakta lapangan menunjukkan hal yang berbeda. Kementan mengakui ada anomali harga beras di tingkat konsumen. Terdapat pula disparitas harga yang tinggi anatar di produsen dan konsumen.
Ia menerangkan, anomali harga dapat dilihat dari data pasokan beras dan harga di konsumen secara bulanan lima tahun terakhir. Pasokan beras bulanan berfluktuasi sesuai musim produksi, sedangkan harga beras di konsumen selalu naik akibat berbagai faktor ekonomi dan non ekonomi lainnya. Pasokan tidak berkorekasi dengan harga beras.
Artinya, produksi yang tinggi berdasarkan angka ramalan BPS II 2015 ternyata tidak mengalir secara baik sampai ke konsumen. Kondisi tersebut sudah berlangsung lama dan menjadi anomali yang belum bisa dicarikan obatnya.
Selanjutnya, harga gabah di petani Rp 3.700 per kg gabah kering panen (GKP) dengan menggunakan instrumen HPP. Bila dikonversi dan ditambah biaya olah menjadi beras setara Rp 6.359 per kilogram. Namun ternyata harga beras di konsumen berkisar Rp 10.172 per kilogram. "Ini menunjukkan ada disparitas harga tidak wajar, yang mengindikasikan ada masalah pada aspek distribusi, sistem logistik, tata niaga, struktur dan perilaku pasar," tegasnya.
Data BPS menyebut, produksi padi 2015 sebesar 74,9 juta ton atau naik 5,85 persen, jagung naik 4,34 persen, kedelai 2,93 persen dibandingkan 2014. Bila data pangan dari BPS diragukan, sama hal nya meragukan seluruh data yang ada di BPS, mengingat seluruh data disusun dengan prosedur dan pedoman standar baku serta diolah dengan metode yang teruji di BPS.
Bila masih meragukan data BPS, kata dia, sebaiknya melakukan pendataan survey atau sensus tersendiri. "Kini sudah tidak waktunya lagi saling menyalahkan tentang pangan ini, alangkah manisnya kalau kita sepakat menyelesaikan secara bersama-sama," ujarnya.