EKBIS.CO, JAKARTA -- Bank Investasi Infrastruktur Asia (Asian Investment Infrastructure Bank/AIIB) menjanjikan pencairan pinjaman yang lebih cepat untuk pembangunan infrastruktur di kawasan, dengan perkiraan komitmen pendanaan 10-15 miliar dolar AS per tahun.
Wakil Presiden Bidang Administrasi AIIB Luky Eko Wuryanto mengatakan AIIB ingin menyederhanakan bisnis proses dalam penyaluran pinjaman karena kebutuhan pendanaan untuk pembangunan infrastruktur di Asia sangatlah mendesak.
"Apalagi jika proyek infrastruktur yang diajukan juga sesuai dengan kriteria, yakni clean (persiapan yang tuntas) dan green (proyek yang ramah lingkungan)," ujarnya di Jakarta, Rabu (10/2).
Menurut Luky, kriteria umum dalam penyaluran pinjaman dari AIIB menyangkut kesiapan proyek tersebut, misalnya, studi kelayakan, desain rekayasa teknis dan dokumen analisis dampak lingkungan yang harus dipastikan lengkap. Selain itu, Luky juga menjamin, sejauh ini AIIB tidak akan mendanai proyek-proyek infrastruktur yang tidak ramah lingkungan, seperti proyek pembangkit listrik batu bara.
"Saat ini belum untuk coal (batu bara). Mereka lebih pilih listrik berbasis gas, tapi ke depannya mungkin bisa saja," ujar Luky yang juga Deputi Percepatan Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Kemenko Perekonomian.
Di samping kecepatan pencairan pinjaman, kata Luky, secara umum syarat dan kondisionalitas AIIB tidak jauh berbeda dengan lembaga multilateral lainnya seperti Bank Dunia ataupun Bank Pembangunan Asia (ADB). "Dari segi bunga misalnya, sama dengan yang lain," ujar dia.
Saat ini, Indonesia memiliki saham 3,7 persen di AIIB. Modal Indonesia yang disetor ke AIIB adalah 672,1 juta dolar AS dalam lima tahun. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional telah mengusulkan empat proyek infrastruktur senilai Rp 13,8 triliun atau 1,003 miliar dolar AS untuk dibiayai AIIB. Empat proyek tersebut adalah pengembangan jalan nasional di Kalimantan Utara dan Kalimantan Timur senilai 250 juta dolar AS, program penyediaan air dan instalasi pengelolaan air untuk mengatasi kelangkaan air senilai 50 juta dolar AS. Program pengadaan material rel kereta api 292,3 juta dolar AS dan pengembangan transmisi stasiun TV senilai 411 juta dolar AS.
"Sekitar 1 miliar dolar AS potensi pengajuan dari kami (Bappenas), sisanya mungkin dalam bentuk pinjaman langsung, kita lihat dulu mekanismenya," ujar Deputi Pendanaan Pembangunan Bappenas Wismana Adi Suryabrata beberapa waktu lalu.