Senin 22 Feb 2016 06:46 WIB

Pemerintah Harus Batasi Utang Swasta

Rep: c37/ Red: Nidia Zuraya
Ilustrasi: utang
Foto: wordpress.com
Ilustrasi: utang

EKBIS.CO,  JAKARTA -- Posisi utang luar negeri Indonesia per akhir 2015 sudah mencapai 310,7 miliar dolar AS. Utang luar negeri ini didominasi utang jangka panjang. 

Ekonom Indef Eko Listiyanto menilai, untuk tahun ini pemerintah harus dapat menjaga agar utang luar negeri tidak meningkat. Menurutnya, saat ini utang luar negeri swasta lebih besar dari utang luar negeri pemerintah. Arahnya semakin mengarah ke hutang jangka pendek.

"Ini hal yang harus diwaspadai, artinya karena itu utang swasta kemudian jangka pendek maka ada resiko untuk likuiditas tingkat pengembalian kalau kemudian utang itu jatuh tempo apalagi jangka pendek di bawah setahun," katanya, Ahad (21/2).

Jika tidak dibatasi dengan regulasi, akan berdampak pada nilai tukar rupiah. Sentimen sedikit saja tentang stabilitas makro, kata Eko, akan membuat nilai tukar melemah. "Implikasinya pada saat swasta ini mengembalikan ada resiko nilai kurs karena fluktuasi nilai tukar," imbuhnya.\

Regulasi yang dilakukan yaitu dengan membatasi perusahaan yang pasar domestik dengan pendapatan rupiah untuk meminjam ke luar negeri. Sebab, akan ada resiko jika kurs meningkat. Berbeda dengan perusahaan ekspor yang memperoleh pendapatan dalam mata uang asing yang memiliki resiko minim.

"Karena nanti bisa menyebabkan kalau nggak dikontrol utang luar negerinya maka resiko kursnya akan meningkat. Kalau seperti itu memang harus dibatasi misalnya maksimum berapa persen," jelasnya.

Selain itu, menurutnya yang harus dilakukan adalah dengan menggalakkan hedging. Hedging sudah dilakukan terutama oleh BUMN karena merupakan milik pemerintah, sehingga bisa dikendalikan untuk patuh. Sementara swasta, ia mencermati sebagian besar tidak melakukan hedging.

Baca juga: Ekonom: Kesenjangan Ekonomi karena Kesejahteraan Kelas Menengah Meningkat

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement