EKBIS.CO, JAKARTA -- Pengamat ekonomi Faisal Basri menyarankan pemerintah memotong anggaran belanja dalam APBN 2016 untuk membantu mencapai target pertumbuhan ekonomi yang dicanangkan 5,3 persen.
"Tidak ada jalan lain, belanja harus dipotong. Namun itu tidak berarti proyek-proyek yang sudah dicanangkan tidak jadi," kata Faisal di Jakarta, Rabu malam (24/2).
Adapun total anggaran belanja negara dalam APBN 2016 adalah Rp 2.095,7 triliun, meningkat dari APBNP 2015 yaitu Rp 1.984,1 triliun. Karena itu, kata dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia ini, BUMN-BUMN harus didorong untuk membiayai dirinya sendiri, seperti dengan mengeluarkan surat utang (obligasi) sendiri. "Jadi pemerintah Indonesia tidak perlu menerbitkan surat utang," ujar dia.
Dia mencontohkan hal ini seperti yang dilakukan oleh PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) yang pernah menerbitkan obligasi senilai Rp 9 triliun-Rp10 triliun untuk membiayai proyek pelabuhan. Pada pertengahan 2016, PT Angkasa Pura II (Persero) atau AP II juga akan menerbitkan obligasi senilai Rp 2 triliun untuk membiayai belanja modal (capital expenditure/capex) perusahaan pada 2016 yang berada di kisaran Rp 11 triliun.
"Konsekuensinya, proyek tersebut harus 'keren', kalau tidak surat utangnya tidak akan laku," tutur ekonom tersebut.
Pemerintah, dia menambahkan, pun tidak bisa menggantungkan asa pada pengampunan pajak atau tax amnesty yang rancangan undang-undangnya masih dibahas di DPR. Sementara terkait target pertumbuhan ekonomi 5,3 persen yang dicanangkan pemerintah, Faisal Basri pesimis bisa tercapai. Dengan apa yang telah disampaikannya pun, dia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi 2016 maksimal 5,2 persen.
"Pertumbuhan ekonomi tahun 2016 akan lebih baik dari 2015, meski lebih rendah dari target pemerintah tetapi lebih tinggi dari perkiraan IMF," tutur Faisal.