Senin 29 Feb 2016 14:51 WIB

DPR Diminta Tanggung Jawab Jika APBN Jebol

Rep: Satria Kartika Yudha/ Red: Nur Aini
Gedung DPR, ilustrasi
Gedung DPR, ilustrasi

EKBIS.CO, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Anlysis (CITA) Yustinus Praswoto menyesali sikap DPR yang menunda pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengampunan Pajak. Sebab, penundaan ini akan memengaruhi kinerja APBN 2016.

"DPR harus ikut bertanggung jawab kalau nanti APBN jebol," kata Yustinus, Senin (29/2).

Dengan ditundanya pembahasan RUU Pengampunan Pajak, ada kemungkinan program pengampunan pajak baru bisa diterapkan pada semester II 2016. Bagi Yustinus, program pengampunan pajak tidak akan bisa berjalan efektif untuk menambah penerimaan negara kalau baru dijalankan pada semester kedua.

"Kalau lewat dari semester dua, alternatif pemerintah, ya memangkas belanja atau menambah utang dalam APBN Perubahan," ujar Yustinus.

Pemangkasan belanja, kata Yustinus, tentunya akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Maklum, di tengah masih melemahnya perekonomian global, belanja pemerintah menjadi opsi penting untuk menstimulus pertumbuhan.

Namun, apabila belanja tidak dipangkas, itu artinya pemerintah harus memperlebar defisit anggaran dan menambah utang lantaran tidak ada tambahan penerimaan yang tadinya diharapkan dari pengampunan pajak.

"Sekarang saja pemerintah sudah jorjoran menerbitkan surat utang karena ingin memastikan belanja bisa berjalan baik. Kalau tax amnesty tidak diloloskan, saya rasa ini juga akan jadi beban moral bagi DPR," ujar dia.

Yustinus menduga, penundaan RUU Pengampunan Pajak oleh DPR merupakan aksi "balas dendam" karena pemerintah memutuskan menunda pembahasan revisi UU KPK yang merupakan inisiatif DPR. Kata Yustinus, DPR seharusnya tidak bisa menyatukan pembahasan revisi UU KPK dengan RUU Pengampunan Pajak. Sebab, kedua hal tersebut sangat berbeda. "Karena itulah, sangat dibutuhkan sikap negarawan dari para anggota DPR," ujarnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement