EKBIS.CO, JAKARTA -- Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menilai polemik Blok Masela hanya akan memundurkan keputusan investasi akhir atau Final Investment Decision (FID) yang sejatinya ditargetkan mulai pada 2018 mendatang. Alasannya, untuk keputusan plan of development (POD ) saja hingga kini belum diketok oleh pemerintah. POD ini termasuk di dalamnya menetukan apakah pembangunan fasilitas gas alam cair (LNG) akan dibangun di darat atau di laut.
Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi menyebutkan, apabila memang nantinya diputuskan pembangunan fasilitas LNG di laut seperti rekomendasi Kementerian ESDM dan SKK Migas, maka mau tak mau FID akan tetap mundur. Apalagi, kata dia, bila diputuskan pembangunan fasilitas LNG di darat seperti rekomendasi Kemenko Maritim, maka jadwal FID akan mundur semakin jauh. Akibatnya, investor akan ragu dan menghitung ulang semua rencana proyek serta keuntungan yang seharusnya didapat rakyat Maluku justru terlambat.
SKK Migas memproyeksikan, bila POD untuk fasilitas di laut diteken tahun ini maka Front End Engineering Design baru bisa diselesaikan pada 2018. Setelah itu, FID atau Final Investment Decisions baru bisa berjalan 2019 mendatang. Amien menyebutkan, FID pada 2019 pun tak lantas akan langsung memberikan dampak pembangunan pada masyarakat setempat. Gas di Lapangan Abadi, Blok Masela, Maluku baru bisa diambil pada 2024 dan selanjutnya, manfaatnya nyata kepada masyarakat setempat baru bisa dirasakan paling tidak pada 2025.
"Kalau di darat, kami pastikan kontraktor akan butuh waktu untuk berpikir lagi. Dia akan lakukan revisi POD paling cepat 2019. Nanti FID mundur lagi 3 tahun jadi 2027. Semakin ribut, semakin lama rakyat Maluku terima uangnya," kata Amien dalam sebuah diskusi di kompleks DPR MPR, Jakarta, Rabu (2/3).
SKK Migas, kata Amien, telah merumuskan peta jalan pembangunan fasilitas LNG Blok Masela sejak lama. Operator Blok Masela saat ini, Inpex Corporation, sudah diberikan mandat untuk bekerja sama dengan perguruan tinggi termasuk Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) untuk merancang rute penyaluran gas dari fasiltas LNG di laut (FLNG) menuju sejumlah titik di Indonesia Timur. Dengan ITS, Inpex juga diharuskan merancang desain dermaga pendaratan kapal pengangkut gas, desain tangki penyimpanan, pembangkit listrik, pipa, dan rincian teknik lain. Semuanya, kata Amien, akan mundur apabila polemik Masela ini terus berlanjut.
"Kalau nggak ada TOR, maka tidak akan masuk Daftar Isian Pagu Anggaran (DIPA). Gak akan masuk DIPA maka tidak dibangun ini," kata Amien.
Sementara itu, Corporate Manager Communication Inpex Corporation Arie N Iskandar menyatakan pihaknya tetap akan menunggu keputusan pemerintah terkait POD yang diajukan. Arie mengaku, polemik yang ada saat ini merupakan bentuk sikap pemerintah yang berhati-hati karena proyek Blok Masela tergolong besar. Hanya saja, pihaknya tetap meyakini pembangunan fasilitas LNG di laut merupakan opsi terbaik, dengan alasan kajian yang mendalam oleh pemerintah, SKK Migas, bahkan oleh konsultan internasional.
"Semakin cepat keputusan, semakin cepat kami menjalankan POD," kata Arie.
Pihak Inpex sendiri masih berharap jadwal FID tetap berjalan pada 2018 dan pembangunan bisa segera dilakukan.