EKBIS.CO, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah mengalami tren penguatan terhadap dolar AS dalam beberapa waktu terakhir ini. Rupiah diperkirakan berpeluang menguat lebih tajam, meski dinilai sulit untuk menguat ke level Rp 12 ribu.
Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Destry Damayanti mengatakan, posisi rupiah saat ini masih berada di atas fundamental.
"Kita lihat rupiah berpeluang untuk menguat tajam. Sekarang real effective exchange rate (REER) Indonesia berkisar di level 90. Artinya masih ada 10 poin untuk penguatan," kata Destry dalam Seminar Prudential Ulasan Pasar 2015 dan Market Outlook 2016, di Hotel Shangri-La, Jakarta, Senin (14/3).
Destry menjelaskan, penguatan rupiah seiring dengan faktor perekonomian domestik yang membaik. Hal ini terlihat dari sisi pertumbuhan ekonomi yang tumbuh di atas 5 persen pada kuartal IV tahun 2015 dan inflasi juga mampu dijaga pada level yang rendah.
"Kalau kita lihat ini yang membuat capital inflow (aliran modal masuk) cukup deras datang. Inflow masuk cukup deras, terutama di pasar obligasi kita," ujarnya.
Kendati begitu, ada beberapa faktor yang bisa menahan penguatan rupiah terhadap dolar AS. Salah satunya adalah kondisi defisit transaksi berjalan (current account deficit) yang diperkirakan akan melebar pada tahun ini.
"Tentunya ada masalah di defisit neraca berjalan,sehingga ini yang tentunya akan bisa menahan penguatan rupiah secara tajam. Walaupun kita expect ada inflow masuk yang sudah terjadi,"katanya.
Mantan Ekonom Bank Mandiri ini menjelaskan, posisi defisit neraca berjalan cukup terjaga pada kisaran 2,6 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Namun sampai dengan akhir tahun, secara akumulasi bisa di atas 3 persen terhadap PDB. Pelebaran defisit dikarenakan tingginya impor bahan baku dan penolong untuk mendorong pembangunan infrastruktur di dalam negeri.
Menurutnya, persoalan ini memang cenderung menjadi masalah berulang setiap tahunnya. Seperti pada beberapa tahun lalu, saat ekonomi mampu tumbuh di atas enam persen, tapi defisit transaksi berjalan justru ikut bergerak bahkan ke atas empat persen. Hasilnya rupiah kemudian kembali melemah.
"Untuk mengharapkan rupiah menguat ke level 12 ribu tampaknya agak masih berat, karena kita masih ada masalah struktural di sini, termasuk untuk pembayaran utang luar negeri. Jadi saat ekonomi tumbuh, impor tinggi dan current account kita bermasalah," ungkapnya.