EKBIS.CO, JAKARTA -- Fenomena pemimpin daerah yang inovatif dan kreatif seperti Ridwan Kamil di Bandung, Abdullah Azwar Anas di Banyuwangi, dan Dedi Mulyadi di Purwakarta, menunjukkan bahwa pola pengembangan ekosistem ekonomi kreatif harus dijalankan terlebih dahulu dari daerah.
Pemerintah pusat pada akhirnya ditempatkan sebagai fasilitator untuk memastikan kreativitas setiap daerah tersebut berkelanjutan. Untuk itulah, keberadaan jejaring kota kreatif menjadi sangat signifikan dalam mengembangkan kota-kabupaten kreatif di seluruh Indonesia.
Jejaring Kabupaten-kota Kreatif Indonesia atau ICCN (Indonesia Creative Cities Network) yang dibentuk pada 25 Oktober 2015 hadir menjawab tantangan tersebut. ICCN terdiri dari berbagai pemangku kepentingan di masing masing kabupaten-kota seperti birokrat, komunitas, dan akademisi untuk mengembangkan potensi ekonomi kreatif di tingkat nasional.
Ketua Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf menyatakan pengembangan ekonomi kreatif memang harus ditumbuhkan dengan sinergi yang kuat dari berbagai pihak sejak level daerah.
“Betul-betul harus ada kerja sama dari akademisi, komunitas, pengusaha, dan pemerintah. Tapi Pemerintah saya taruh di belakang, karena yang harus dihidupkan adalah semangat-semangat dari bawah, bottom-up,” ujar Triawan dalam keterangan pers yang diterima Republika.co.id, Selasa (22/3).
Bekraf bekerja sama dengan ICCN, Pemkot Malang, dan komunitas Malang Creative Fusion (MCF) menyelenggarakan konferensi Indonesia Creative Cities Conference 2016 (ICCC) pada 31 Maret-1 April di Malang, Jawa Timur. Kegiatan itu akan dihadiri seluruh wali kota dan delegasi beberapa negara ASEAN.
Rumus pengembangan kreativitas dari bawah ke atas tersebut didapatkan Triawan setelah melakukan kunjungan ke berbagai negara, termasuk saat diskusi di National University ofSingapore (NUS), Selasa (15/3) lalu. Triawan mengaku akan kesulitan jika sendaianya negara memimpin langsung untuk mendongkrak kreativitas masing-masing wilayah kota-kabupaten di seluruh Indonesia.
“Kita harus mepunyai konsep-konsep baru di Indonesia. Tidak bisa kita hanya tiru-tiru begitu saja. Harus ada penyesuaian konsep. Tapi ini (jejaring kota-kabupaten kreatif) sudah tepat,” ujarnya.
Semangat mendongkrak kreativitas dari masing-masing daerah ini diamini oleh ketua ICCC 2016, Liliek Setiawan. Oleh karena itu, Liliek menyebutkan bahwa kegiatan konferensi kota kreatif akan terus diselengarakan secara berkala agar percepatan pembangunan ekonomi kreatif bisa segera terwujud di seluruh Indonesia.
“Kami berharap melalui ICCC yang di Malang nanti. Tujuan utama kami adalah melahirkan buku panduan Kota Kreatif Indonesia. Itu yang memang sedang saat ini kami godok dan selalu kami gagas untuk dituntaskan. Karena memang tidak semuanya yang dari luar negeri itu bisa langsung diaplikasikan. Jadi kami memang harus mencari nilai-nilai atau prinsip-prinsip yang bisa membumi dan bisa diterapkan sesuai dengan kondisi di Tanah Air,” ujarnya.
Liliek mengharapkan lahirnya buku panduan kota kreatif Indonesia dari penyelenggaraan ICCC 2016 akhir bulan nanti juga akan dihadiahkan sebagai kado ulang tahun kota Malang yang ke-102 pada 1 April.