EKBIS.CO, JAKARTA -- Ketua Umum Asosiasi Industri Mesin Perkakas Indonesia (Asimpi) Rudy Andriyana mengatakan, langkah dan kebijakan pemerintah untuk membantu industri mesin perkakas nasional sebenarnya sudah cukup bagus. Namun, hal tersebut belum berjalan optimal dan belum terimplementasi secara utuh.
"Pemerintah sudah menginisiasi terbentuknya pusat pengembangan teknologi khusus mesin perkakas, namun belum bisa beroperasi secara normal karena sedang dalam tahap pembangunan," ujar Rudy di Jakarta, Senin (28/3).
Rudy menjelaskan, apabila pusat pengembangan teknologi tersebut sudah berjalan maka dapat mengurangi biaya riset dan pengembangan perusahaan lokal. Menurut Rudy, pembangunan pusat pengembangan teknologi saja tidak cukup dan diharapkan industri mesin perkakas nasional diberikan ruang untuk merumuskan spesifikasi barang modal dalam pengadaan barang serta jasa pemerintah atau BUMN.
Rudy mencontohkan, Kementerian Pendidikan telah mengalokasikan anggaran untuk pembelian mesin perkakas bagi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) setiap tahun. Namun, pengadaan mesin perkakas selalu impor dari Cina, padahal seharusnya pengadaan ini bisa disuplai dari industri dalam negeri.
"Padahal, mesin yang diimpor kualitasnya tidak lebih baik dari mesin buatan kami," kata Rudy.
Selain itu, pemerintah juga diharapkan membuat daftar negatif investasi asing untuk jasa dan repair, retrofitting, dan kalibrasi mesin perkakas. Rudy mengatakan, sampai saat ini suku bunga perbankan yang kurang kompetitif masih menjadi kendala besar untuk pengembangan industri mesin perkakas. Apalagi, industri ini merupakan padat modal dan teknologi.
Untuk menekan laju impor industri mesin perkakas, diharapkan ada kebijakan mengatur investasi PMA yang bekerja sama dengan PMDN dalam membangun pabrik baru melalui sistem CKD atau semi knock down. Menurut Rudy, dengan adanya kerja sama investasi tersebut maka dapat membuka lapangan kerja dan juga terjadi transfer teknologi.
Baca juga: Industri Mesin Perkakas Indonesia Tergerus Produk Impor