Kamis 07 Apr 2016 23:55 WIB

Cadangan Devisa 107,5 Miliar dolar AS

Rep: c37/ Red: Taufik Rachman
Dolar AS
Dolar AS

REPUBLIKA.CO.ID  JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) merilis posisi cadangan devisa Indonesia akhir Maret 2016 tercatat sebesar 107,5 miliar dolar AS, lebih tinggi dibandingkan dengan posisi akhir Februari 2016 sebesar 104,5 miliar dolar AS.

"Peningkatan tersebut dipengaruhi penerimaan cadangan devisa, terutama berasal dari hasil penerbitan sukuk global pemerintah dan lelang Surat Berharga Bank Indonesia (SBBI) valas, yang jauh melampaui kebutuhan devisa antara lain untuk pembayaran utang luar negeri pemerintah,"kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Tirta Segara, Kamis (7/4).

Menurut Tirta, posisi cadangan devisa per akhir Maret 2016 tersebut cukup untuk membiayai 8,0 bulan impor atau 7,8 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.

BI menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal dan menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan.

Sementara itu, Ekonom dari Kenta Institute, Eric Sugandi menilai jika cadangan devisa berpotensi meningkat kembali. Sementara utang luar negeri meningkat karena banyaknya proyek infrastruktur. Untuk itu, cadangan devisa harus bertambah.

"Kalau memang balance of payment, bukan cuma trade balance atau current account deficit, tapi juga termasuk capital financial account, terus juga bisa mencetak surplus ya, maka itu bisa cadangan devisanya bertambah,"kata Eric.

Cara kedua, adalah penggunaan intervensi foreign exchange untuk mempertahankan rupiah tidak terlalu boros. Menurutnya itu akan membantu cadangan devisa tidak gampang turun.

"Intinya harus nambah, baik dari current account terutama dari trade balance, untuk capital finance account seperti penerbitan SBN, tapi itu kalau dijadikan satu kan neraca pembayaran atau balance of payment,"ujarnya.

Eric menjelaskan, potensi menguat karena current account ada kemungkinan bisa melebar yang disebabkan oleh mengejar pertumbuhan ekonomo. Ia memprediksi current account akan berada di posisi 2,5 persen dari GDP. Di sisi lain, capital financial account surplusnya juga bisa menutupi defisit transaksi berjalan, sedangkan neraca pembayarannya masih akan surplus.

"Karena FDI akan terus masuk, daya beli masyarakt membaik, pertumbuhan ekonomi akan membaik dibandingkan tahun lalu. Itu akan atraktif bagi investor FDI. Kemudian yang investor portofolio kita lihat juga yield di bonds menarik, ekuitas juga menarik karena dibandingkan tahun lalu ekonomi kita juga tumbuh," tuturnya.

Terkait pergerakan rupiah, ia masih memprediksi jika rupiah akan berada di posisi Rp 13.500 per dolar AS di akhir tahun ini. Namun, prediksi tersebut masih akan berubah jika faktor-faktor eksternal seperti The Fed naikkan suku bunga atau perekonomian Tiongkok menurun.

"Lalu kalau secara fundamental ekonomi membaik ya potensi rupiah menguat akan lebih dari prediksi saya," katanya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement