Jumat 17 Jun 2016 07:10 WIB

BI Perlonggar Aturan Uang Muka KPR

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Nidia Zuraya
Perumahan, ilustrasi
Perumahan, ilustrasi

EKBIS.CO,  JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) kembali melakukan pelonggaran kebijakan makroprudensial, dengan menurunkan Loan to Value  (LTV) dan Financing To Value (FTV). Kebijakan ini diharapkan dapat mendongkrak pertumbuhan Kredit. 

Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, Juda Agung mengatakan, pertumbuhan kredit perbankan masih mengalami penurunan. Tercatat, pada Bulan April 2016 pertumbuhan kredit hanya 8 persen sementara pada Maret 2016 masih sebesar 8,7 persen.

"Tujuan makroprudensial ini untuk mendorong permintaan kredit karena pertumbuhan kredit yang lemah lebih banyak didorong permintaan kredit lemah," ujar Juda Agung di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Kamis(16/6). 

Menurut Juda, pertumbuhan kredit diprediksi masih berada di kisaran 10-12 persen. Untuk mendorong pertumbuhan kredit perbankan, lanjut Juda, diperlukan kebijakan yang menumbuhkan permintaan kredit, yakni dengan mendorong permintaan properti. Untuk itu, BI melakukan relaksasi aturan LTV dan FTV.

"Karena properti ini sektor leading dalam pemulihan ekonomi kita, maka diharapkan punya dampak spillover pada sektor-sektor lain. Konstruksi jelas, industri, tambang, dan sebagainya, termasuk jasa," tutur Juda.

Ia menjelaskan, pelonggaran itu juga diikuti dengan pelonggaran pencairan kredit/pembiayaan melalui mekanisme inden. Sebagai contoh LTV untuk kepemilikan rumah pertama tapak dari 80 persen menjadi 85 persen. 

Khusus untuk pembiayaan properti syariah, FTV kepemilikan rumah tapak dan susun pertama turun menjadi 90 persen. Hal ini untuk mendorong pertumbuhan industri perbankan syariah. Namun, ketentuan yang berlaku Agustus 2016 ini hanya berlaku bagi bank yang memiliki angka NPL gros kurang dari 5 persen dan NPL gros properti dibawah 5 persen. 

"Mayoritas bank bisa menikmati pelonggaran LTV ini karena kalau dilihat secara agregat NPL 2,9 persen. Ada bank yang NPL nya di atas 5 persen tapi mayoritas masih di bawah 5 persen," ujarnya.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement