EKBIS.CO, JAKARTA -- Pengamat Pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Dwi Andreas Santosa menyebut, sejumlah kebijakan yang digulirkan presiden Joko Widodo dalam mengupayakan penurunan harga daging didasarkan atas kepanikan. Naasnya, hal tersebut berdampak negatif, bahkan membahayakan keberlangsungan usaha daging lokal maupun peternakan sapi rakyat.
"Kebijakan-kebijakan pemerintah ini karena panik, bahaya, yang diuntungkan hanya importir dan pemodal besar," kata Dwi kepada Republika.co.id, Kamis (14/7).
Kebijakan yang ia maksud di antaranya pencabutan larangan penjualan daging beku di pasar tradisional, pembukaan impor daging dari negara yang belum bebas Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) serta pembukaan impor jeroan dan secondary cut bagi importir swasta.
Ia prihatin dan menyesalkan sikap pemerintah Jokowi yang berpikiran pendek dan ingin serba cepat. Padahal, permasalahan daging sapi beserta lonjakan harganya telah dimulai sejak satu dekade yang lalu. Ketika itu kebijakan pemerintah sendiri yang membatasi kuota impor sapi secara drastis.
Kondisi tersebut berdampak pada melonjaknya harga sapi karena pasokan lebih rendah dibandingkan dengan permintaan. "Harganya kala itu melonjak dari Rp 89 ribuan menjadi Rp 110 ribu," lanjutnya. Pemerintah pun membuka impor daging sapi dan membuat harga daging sapi lokal jatuh.
Dari sanalah peternak sapi mulai lesu. Mereka melihat usaha tersebut tidak menguntungkan, bahkan rugi. Populasi sapi pun berkurang secara drastis dari tahun ke tahun. Kondisi tersebut terus bertahan bahkan makin memburuk saat ini disebabkan kepanikan pemerintah.
Dwi pun meminta agar pemerintah membuka mata dan telinga, melihat kenyataan di lapangan. Bahwa persoalan sapi tidak bisa diselesaikan secara instan. Penyelesainannya butuh proses bahkan kesabaran, sembari membangun kembali peternakan sapi yang memerlukan waktu berkelanjutan.
Dalam momen saat ini, ketimbang sibuk memusingkan harga daging sapi yang tinggi, ia meminta pemerintah lebih mendorong kepada agenda diversifikasi. "Sumber protein itu banyak, bukan hanya dari sapi, atau impor sapi," ujarnya.
Seharusnya mulai dibangun diversifikasi protein dan membentuk pasar-pasar protein baru. Sehingga, masyarakat memiliki banyak pilihan untuk memenuhi asupan protein bagi tubuhnya.