EKBIS.CO, JAKARTA -- Komitmen investor asing di sektor telekomunikasi dipertanyakan dalam membangun jaringan backbone di Indonesia seiring kegagalan Konsorsium Indosat-Alita-XL dalam tender Palapa Ring Paket Timur belum lama ini.
Panitia Pengadaan Badan Usaha Pelaksana Proyek Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Jaringan Tulang Punggung Serat Optik Nasional Palapa Ring Paket Timur telah mengumumkan Konsorsium Moratelindo-IBS-Smart Telecom sebagai pememang dari tender tersebut.
Konsorsium yang anggotanya terafiliasi dengan Grup Sinar Mas ini berhasil mengalahkan Konsorsium XL-Indosat-Alita dengan nilai 85,98 dengan finansial total pengajuan Rp 14 triliun.
Menurut Direktur Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi (LPPMI) Kamilov Sagala secara proposal, proyek yang menjangkau wilayah Nusa Tenggara Timur, Maluku, Papua Barat, dan Papua (sampai dengan pedalaman Papua) dengan total panjang kabel serat optik sekitar 6.300 kilometer itu lumayan atraktif.
“Kalkulasinya butuh belanja modal Rp 5 triliun dengan perhitungan skema availability payment dalam kurun waktu 15 tahun, valuasi proyek bisa mencapai Rp 14 triliun. Soal pendanaan kalau melihat paket barat dan tengah, itu dibantu mencari pinjaman. Jadi, kalau saya lihat ini yang kurang komitmen investasi dari pemegang saham di konsorsium itu untuk bertarung membangun jaringan di Indonesia bagian timur,” kata Kamilov di Jakarta, Rabu (20/7).
Seperti diketahui, Axiata dari Malaysia memiliki 66,4 persen saham XL dan Ooredoo menguasai sekitar 65 persen saham Indosat.
Sekjen Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi ITB M Ridwan Effendi menyayangkan konsorsium Indosat-Alita-XL Axiata tak bertarung hingga titik darah akhir dengan tak lengkapnya syarat administrasi, sehingga didiskualifikasi oleh panitia lelang.
“Harusnya mereka memperbaiki kegagalan di tender desa berdering atau gagalnya konsorsium Palapa Ring beberapa tahun lalu. Buktikan dong komitmen selama ini yang ingin ikut memotong kesenjangan informasi di NKRI,” katanya.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Nasional Telekomunikasi (Apnatel) Triana Mulyatsa menjelaskan dalam menggelar jaringan ke pelanggan tak hanya harus kuat di sisi akses, tetapi juga backbone dan transmisi.
“Kondisi geografis Indonesia di bagian timur memang penuh tantangan, dan itu menjadi ujian bagi komitmen operator untuk memenuhi lisensi nasional yang dimilikinya. Kalau ada operator yang bangun di Indonesia bagian timur, itu harusnya diapresiasi pemerintah,” katanya.