EKBIS.CO, JAKARTA -- Ketimpangan gini ratio menjadi salah satu penghambat pertumbuhan perekonomian Indonesia dalam jangka panjang. Managing Director and Chief Operating Officer World Bank Sri Mulyani Indrawati mengatakan penyebab dari ketimpangan ini adalah fasilitas kesehatan dan pendidikan yang sangat berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya.
Mulyani menuturkan, sekitar 37 persen balita di Indonesia mengalami stunting atau tidak menerima nutrisi yang cukup hingga usia kandungan dua tahun. Stunting mengakibatkan otak seorang anak kurang berkembang. Dengan persentasi mencapai 37 persen, artinya 1 dari 3 anak Indonesia akan kehilangan peluang lebih baik dalam pendidikan dan pekerjaan dalam sisa hidup mereka. Data ini pun memperlihatkan bahwa tingkat stunting Indonesia lebih tinggi dari negara-negara di sekitar Asean.
"Ini sebuah musibah bagi Indonesia. Tingkat stunting di Indonesia sangat tinggi dibandingkan negara tetangga seperti Thailand yang hanya 16 persen, dan Vietnam dengan 23 persen," ujar Mulyani, Selasa (26/7).
Mantan Menteri Keuangan ini mengatakan, sebuah negara berkembang bukan berarti tidak bisa mengatasi permasalah kesehatan. Peru yang mirip dengan negara Indonesia justru telah mampu mengatasi ketimpangan stunting ini. Peru berhasil menurunkan stunting secara kredibel dalam waktu cukup singkat.
Saat ini akses layanan kesehatan di desa-desa mengalami penurunan, dan lebih dari 40 persen penduduk di Kalimantan Barat, Maluku, dan Sulawesi Barat memerlukan waktu hingga satu jam untuk mencapi rumah sakit umum, dibandingkan 18 persen secara nasional. Artinya, fasilitas kesehatan yang tidak memadai ditambah akses menuju fasilitas tersebut masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah guna meningkatkan perekonomian di masa mendatang.
"Hanya tiga provinsi yang memenuhi rekomendasi Wolrd Health Organization dengan adanya satu dokter untuk tiap 1.000 orang penduduk, " ungkap Mulyani.
Faktor kedua yaitu pendidikan memberikan andil sangat besar dalam ketimpangan sosial. Belum meratanya pendidikan di Indonesia antara kota dan desa menjadikan anak-anak di pedesaan kurang terfasilitasi dalam dunia pendidikan. Bahkan ekolah di desa berpeluang lebih kecil untuk memiliki guru yang terlatih.