EKBIS.CO, Pemerintah sedang mematangkan rencana jangka menengah-panjang untuk menjamin ketersediaan pangan. Sejumlah kalangan menilai hal tersebut bukan sesuatu yang mustahil.
Namun, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi. Pengamat pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa menyebut, agenda pemerintah menjamin ketersediaan pangan jangka menengah dan panjang dapat ditempuh dengan memenuhi sejumlah syarat.
Di antara yang paling krusial yakni pembenahan data pangan. "Data produksi itu betul-betul menjadi kunci, stok pangan untuk masing-masing komoditas ada berapa. Kebijakan pangan sampai saat ini didasarkan pada data yang tidak akurat sehingga salah," kata Dwi kepada Republika di Jakarta, Rabu (10/8).
Pembenahan data, lanjut Dwi, harus dibarengi dengan agenda peningkatan produksi yang berorientasi pada kesejahteraan petani. Yang terjadi saat ini, pemerintah menginginkan terjadi peningkatan produksi pangan, namun harga pembelian pemerintah rendah.
Bahkan, harga di pasar ingin diturunkan tanpa mempertimbangkan kondisi petani. "Ini jadi tidak nyambung, karena ketika HPP rendah, petani kesejahteraannya sulit," ujarnya.
Pembenahan selanjutnya, yakni di tingkat harmonisasi kerja antarkementerian. Dwi melihat, kementerian-kementerian yang mengurusi pangan masih bekerja sendiri-sendiri, dan berada di bawah koordinasi yang tidak jelas.
Misalnya, pertanian yang semula di bawah koordinasi Kemenko Perekonomian, lalu diganti menjadi berada di bawah koordinasi Kemenko Maritim. Seharusnya seluruh kementerian yang berkaitan dengan penyediaan lahan, ketersediaan pangan, dan peningkatan kualitas desa dikoordinasikan oleh saru kementerian koordinator, yakni Kemenko Perekonomian.
Dengan begitu, manajemen pengelolaan pangan akan lebih mudah dan cepat. Dwi menilai pemerintah sejauh ini tampak serius membenahi urusan ketersediaan pangan.
Hal tersebut tampak dari anggaran bidang pangan yang melonjak, pun pembangunan infrastruktur pertanian. "Pemerintah sudah berbuat banyak, tapi arah dan koordinasinya yang belum jelas," katanya.
Dwi lantas mendorong Badan Otoritas Pangan atau Badan Ketahanan Pangan segera dibentuk. Sebab itu merupakan amanat UU Pangan.
Pemerintah perlu fokus dan melakukan perombakan kelembagaan. Agar nantinya, Badan Ketahanan Pangan tidak mengundang masalah baru pascadibentuk.
Ketua Komisi IV DPR RI Edhy Prabowo menyebut pemerintah belum serius membenahi distribusi pangan nasional. Jika hal tersebut terus dibiarkan, Edhy memperkirakan keberhasilan agenda penjaminan ketersediaan pangan jangka menengah-panjang terus terkendala.
"Target akhirnya itu terpenuhi kebutuhan pokok mayoritas masyarakat Indonesia yang terjangkau," kata Edhy kepada Republika. Distribusi pangan yang belum serius dibenahi menurut politikus Partai Gerindra ini membuat masyarakat terus-menerus mengalami gejolak harga pangan saat momen-momen tertentu, padahal pasokan cukup bahkan surplus.
Edhy pun meminta pemerintah berhenti menyebut infrastruktur dan konektivitas yang belum rampung dibangun sebagai kendala utama distribusi. Sebab, pembenahan dapat dilakukan sesegera mungkin asalkan ada kemauan.
"Jalan, pelabuhan, itu sudah ada dan tidak ada masalah, meski ada sebagian yang masih dibangun, masalahnya bukan di situ," ujarnya.
Masalah yang ia maksud yakni kemauan yang belum fokus sehingga Presiden Joko Widodo terkesan menganggap urusan distribusi bukan masalah serius.
"Ada upaya pembiaran dalam rangka memberi kesempatan kelompok tertentu untuk menguntungkan mereka yang kaya dan dari kelompok kecil," katanya. Jika pun ada pembenahan, berdasarkan pemantauannya selama ini, itu dilakukan hanya oleh Kementerian Pertanian saja.
Hal tersebut terlihat jelas misalnya ketika mengupayakan penurunan harga daging sapi bagian tertentu di bawah Rp 100 ribu per kilogram. UU Pangan telah jelas mengamanatkan soal pembentukan Badan Ketahanan Pangan Nasional.
Namun hingga kini pemerintah belum kunjung mewujudkannya dalam bentuk nyata. Padahal, keberadaannya berpotensi membenahi distribusi.
Pemerintah, lanjut Edhy, jangan melulu menyerahkan urusan pangan pada swasta. Perlu ada lembaga khusus yang mengamankan pangan dari mulai pasokan hingga ke distribusi.
Sehingga ketika pasokan pangan cukup, masyarakat dan pelaku usaha tani sama-sama mendapat keuntungan yang adil.