Jumat 12 Aug 2016 06:24 WIB

Menimbang Untung dan Rugi Akuisisi PLN Atas PGE

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: M.Iqbal
Petugas melintas didepan area pengeboran sumur panas bumi yang dioperasikan oleh PT. Pertamina Geothermal Energy Area Ulubelu, Lampung, Senin, (14/12).Republika/Edwin Dwi Putranto
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Petugas melintas didepan area pengeboran sumur panas bumi yang dioperasikan oleh PT. Pertamina Geothermal Energy Area Ulubelu, Lampung, Senin, (14/12).Republika/Edwin Dwi Putranto

EKBIS.CO, JAKARTA -- Rencana PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN untuk mengakuisisi 50 persen saham PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) diminta untuk dikaji kembali. Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR) Fabby Tumiwa menilai, konsep akuisisi yang bakal dijalankan oleh PLN ditakutkan justru akan menghambat kinerja PGE ke depan dalam mengembangkan panas bumi.

“Apa tujuan strategis dari akusisi ini? Dari sisi kinerja bisnis, PGE cukup solid dan baik. Rencana bisnisnya cukup baik juga. PLN pasti diuntungkan dari akusisi tapi tidak bagi PGE dan Pertamina,” kata Fabby di Jakarta, Kamis (11/8). PLN, lanjut Fabby, selama ini justru dianggap belum berhasil dalam mengembangkan panas bumi.

Sebagai contoh ketika PLN masih mengelola perusahaan panas bumi yakni Geodipa Energy dan PLN Geothermal, Fabby menilai justru PLN tidak bisa memenuhi kebutuhan listrik dari pemanfaatan panas bumi secara optimal. “Bisa jadi nasib PGE juga tidak berkembang kalau diletakan di bawah PLN,” katanya.

Padahal, hingga 2025 mendatang pemerintah mengejar bauran pemanfaatan energi panas bumi hingga 7.000 megawatt (MW). Dengan pemanfaatan saat ini yang baru menyentuh angka 1.494 MW, maka pemerintah masih harus menambahkan paling tidak 5.000 MW dalam sepuluh tahun ke depan.

Fabby beranggapan, untuk mengejar capaian tersebut, pemerintah lebih baik memisahkan PGE dari induk usahanya untuk menjadi perusahaan tunggal. “Jadi, dari sisi kepentingan nasional dan pengembangan panas bumi, ide untuk mengakusisi PGE oleh PLN tidak feasible. Lebih baik PGE di-spin off,” ujarnya.

Selain itu terkait alasan PLN untuk mengakuisisi PGE agar mendapatkan efisiensi produksi listrik, Febby menilai alasan tersebut masih bisa diperdebatkan. Sebab, jumlah pembangkit PGE hingga saat ini baru 600 MW.

Sementara jumlah kapasitas pembangkit PLN jauh lebih besar, yakni mencapai 40 GW. “Jumlah kapasitas uap yang dinegosiasikan juga tidak terlalu besar jadi argumentasi PLN tidak sepenuhnya tepat. Memang dari sisi PLN, akusisi PGE akan lebih menguntungkan dia tapi apakah menguntungkan untuk kepentingan nasional yang lebih besar?” katanya.

Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyatakan belum menerima surat resmi terkait aksi korporasi yang rencananya akan dilakukan oleh PLN tahun ini. Sekretaris Menteri BUMN Imam A Putro, enggan memberikan komentar lebih jauh soal hal ini.

“Sejauh ini kami belum mendapat surat formalnya,” ujar Imam. Menteri BUMN Rini Soemarno juga masih belum mau terbuka soal rencana pencaplokan PLN atas kepemilikan PGE.

Saat ditemui di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Rini tidak mau memberikan tanggapan soal ini. Rini memilih memberikan penjelasan soal persiapan pembentukan holding BUMN.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement