Senin 22 Aug 2016 09:17 WIB

Gabungan Pabrik Klaim Harga Rokok Rp 50 Ribu Bisa Kacaukan Ekonomi

Rep: Rizky Jaramiya/ Red: Achmad Syalaby
Pabrik rokok (ilustrasi)
Foto: Antara/Arief Priyono
Pabrik rokok (ilustrasi)

EKBIS.CO,  JAKARTA -- Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) Ismanu Soemiran mengecam keras wacana kenaikan harga rokok menjadi Rp 50 ribu per bungkus. Dia menilai, pemberitaan mengenai kenaikkan harga tersebut menyesatkan dan sengaja membuat kegaduhan yang bisa menjadi kekacauan ekonomi. 

Ismanu menjelaskan, mata rantai sirkulasi perekonomian industri hasil tembakau melibatkan banyak elemen masyarakat. Tingkat sensitifnya cukup tinggi karena industri ini berbasis pertanian dan memberi konstribusi sekitar Rp 170 triliun melalui cukai dan pajak.

"Dalam menaikkan tarif cukai rokok, pemerintah sudah mempunyai mekanisme yang pasti sesuai dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai, dan setiap rencana kenaikkan selalu didiskusikan dengan industri,” ujar Ismanu dalam keterangan tertulisnya, Senin (22/8).

GAPPRI mendukung pemerintah yang telah menetapkan target cukai hasil tembakau pada 16 Agustus 2016 dalam Nota Keuangan RAPBN 2017 sebesar Rp 149,9 triliun, atau naik 5,8 persen dari RAPBN-Perubahan 2016 sebesar Rp. 14,7 triliun. Target cukai tersebut terdiri dari cukai hasil tembakau sebesar Rp 149,878 triliun, cukai ethyl alcohol (EA) sebesar Rp 150 miliar, dan cukai minuman mengandung ethyl alcohol (MMEA) sebesar Rp 5,53 triliun serta pendapatan cukai lainnya sebesar Rp 1,6 triliun.

“Penentuan target pendapatan cukai diarahkan untuk mengendalikan konsumsi barang kena cukai, bukan untuk mematikan apalagi memusnahkan. Semua telah diatur dalam undang-undang bahwa pengendalian dilakukan melalui penyesuaian tarif cukai hasil tembakau dan tarif cukai EA-MMEA,” kata Ismanu.

Menurut Ismanu, keinginan untuk mengerek harga rokok menjadi Rp 50 ribu per bungkus merupakan wacana yang sulit untuk dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, sebaiknya masyarakat mengabaikan isu yang tidak jelas asal muasalnya. 

Sekitar 94 persen produksi rokok di Indonesia adalah jenis kretek. Ismanu menjelaskan, sebanyak 6 juta orang berpenghasilan langsung dari industri rokok kretek ini. Untuk menjaga keberadaannya, GAPPRI selalu mendukung keputusan pemerintah soal tarif cukai maupun aturan-aturan lain yang mengikat dan mengawasi industri hasil tembakau. Selama ini, dia menjelaskan, pemerintah bersikap rasional terhadap tarif cukai tembakau. "Kami konsisten dalam menjalankan keputusan pemerintah,” ujar Ismanu. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement