EKBIS.CO, Pernahkan melihat gambar sejumlah gitaris beken dunia semisal Neil Zaza, Michael Antony atau Stave Vai sedang memegang miniatur gitar? Jangan kaget, jika miniatur-miniatur guitar itu merupakan produk buatan warga Indonesia, yakni kakak beradik Deni Yulianto (24 tahun) dan Pramono (42 tahun).
Warga Manjungan, Klaten, Jawa Tengah itu sudah belasan tahun menekuni usaha kerajinan tangan pembuatan miniatur gitar. Setelah menimba pengalaman membuat kerajinan serupa dari para pengrajin di Yogyakarta, pada 1997 keduanya memutuskan untuk membuka usahanya sendiri.
Meski usahanya sempat terseok-seok lantaran sulitnya meraih pasar dalam negeri tapi Deni dan Pramono tak menyerah. Perlahan-lahan usahanya itu berkembang. Bahkan miniatur gitar buatan mereka itu kini telah merambah negeri Paman Sam. Ini terjadi setelah sebuah perusahaan aksesoris gitar ternama di Amerika mau menjalin kerja sama.
Pada Selasa (23/8) siang, Republika berkesempatan mengunjungi kediaman kakak beradik itu di Manjungan, sebuah kelurahan kecil di Kecamatan Ngawen, sebelah utara dari pusat kota Kabupaten Klaten. Di rumah bercat merah itu, ratusan gitar mini dibuat setiap harinya.
Mengenakan kaos biru dan ceana jeans pendek dengan santai Deni menceritakan kisah perjuangannya menjalankan usaha kerajinan miniatur gitar. Pria yang bercita-cita ingin menjadi tentara itu sempat putus asa lantaran produknya itu tak laku di pasar dalam negeri.
Ia pun sempat menawarkan contoh gitar mininya itu pada sejumlah penyanyi dan gitaris Indonesia. Termasuk musisi kondang Ahmad Dani. Namun tak membuahkan hasil.
“Saya tawarkan miniatur gitar saya dengan harga sekitar 5 dolar AS, tapi dibilang terlalu mahal. Saya tidak masalah,” tutur Deni sambil menunjukan sejumlah gambar mini gitar hasil buatanya mulai dari mini gitar klasik hingga mini gitar elektrik versi Ibanez.
Berbeda dengan perajin mini gitar yang ada disejumlah wilayah seperti Bandung dan Indramayu. Dengan penuh keyakinan, Deni mengatakan mini gitar buatannya itu mempunyai keunikan dan ciri khas tersendiri. Selain itu kualitasnya pun diklaim lebih bagus. Sebab itu pula ia tak mau menjual produknya itu secara eceran pada pedagang.
Deni memilih untuk mencari konsumen dari kalangan musisi hingga pengusaha yang bersedia untuk membeli produknya itu dengan jumlah banyak. Sekitar tahun 2000-an, ia dan kakaknya mencoba untuk menawarkan kerajinannya itu pada perusahaan aksesoris alat musik di Amerika Serikat.
“Kami kirim gambarnya lewat email dan dibalas, tapi mereka minta contohnya langsung dikirim kesana. Karena suka dengan motif dan kualitasnya lalu mereka pesan,” ungkapnya.