EKBIS.CO, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antar-bank di Jakarta pada Jumat (26/8) sore bergerak melemah sebesar delapan poin menjadi Rp 13.229, dibandingkan posisi sebelumnya di Rp 13.221 per dolar AS.
Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra mengatakan bahwa minat beli pelaku pasar uang terhadap mata uang di negara berkembang tidak cukup kuat menjelang ketidakpastian kebijakan moneter bank sentral Amerika Serikat (The Fed). "Pidato Ketua The Fed Janet Yellen di Simpoisum Jackson Hole menjadi lebih penting untuk mencari kejelasan mengenai waktu kenaikan suku bunga acuan AS (Fed fund rate)," ujarnya.
Di sisi lain, kata dia, menjelang pengumuman data produk domestik bruto (PDB) Amerika Serikat kuartal kedua 2016 juga turut memicu pelaku pasar uang mengambil posisi "wait and see" cenderung memegang dolar AS.
Ia menambahkan bahwa harga minyak mentah dunia yang bergerak melemah turut menjadi salah satu faktor yang menahan mata uang komoditas bergerak di area negatif. Harga minyak jenis WTI Crude melemah 0,44 persen menjadi 47,12 dolar AS per barel, dan Brent Crude turun 0,85 persen menjadi 49,25 dolar AS per barel.
Kepala Riset NH Korindo Securities Indonesia Reza priyambada menambahkan bahwa sentimen positif dari dalam negeri terkait paket kebijakan XIII tentang perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) diharapkan mampu menjaga rupiah untuk tidak tertekan pada perdagangan selanjutnya. "Meski fokus pasar cenderung ke Pidato The Fed, diharapkan sentimen domestik menjaga fluktuasi rupiah tetap stabil," tuturnya.
Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Jumat ini mencatat nilai tukar rupiah bergerak menguat menjadi Rp 13.247 dibandingkan hari sebelumnya (25/8) Rp 13.267.