Jumat 02 Sep 2016 18:24 WIB

Ekonomi Domestik Harus Digenjot untuk Capai Target Pertumbuhan

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nur Aini
Revisi Pertumbuhan Ekonomi. Pekerja menyelesaikan pembangunan gedung bertingkat di Jakarta, Jumat (9/5).
Foto: Republika/ Wihdan
Revisi Pertumbuhan Ekonomi. Pekerja menyelesaikan pembangunan gedung bertingkat di Jakarta, Jumat (9/5).

EKBIS.CO, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani mengoreksi angka asumsi makro pertumbuhan ekonomi yang dibahas dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2017 menjadi 5,2 persen. Target ini dinilai masih realistis, tetapi ekonomi domestik harus digenjit untuk menumbuhkan daya beli.

Pengamat Ekonomi dari Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Eko Listiyanto mengamini pemikiran pemerintah untuk mengurangi target pertumbuhan ekonomi. Meski tetap di atas 5 persen, namun ia menilai angka 5,2 persen tetap realistis. Ia menilai Indonesia memiliki potensi ekonomi yang cukup besar, terbukti negara ini masih bertahan dengan pertumbuhan ekonomi di kisaran 4,5 persen saat periode krisis ekonomi global pada 2009 lalu.

Hanya saja, ia mengakui bahwa imbas dari pelemahan ekonomi yang juga dialam oleh Cina juga bakal sangat dirasakan oleh pasar dalam negeri. Eko menjelaskan, satu persen pertumbuhan ekonomi Cina saja memiliki imbas besar bagi pertumbuhan ekonomi nasional mengingat volume ekspor impor antara Indonesia dan Cina cukup besar. Artinya, ketika Cina masih melambat ekonominya maka pemerintah harus mengubah arah pertumbuhan Indonesia dari yang sebelumnya bergantung pada pasar internasional, ke pasar domestik.

Menurutnya, pertumbuhan ekonomi Cina masih berpotensi turun tahun depan. Padahal, setiap penurunan meski hanya satu persen dalam pertumbuhan ekonomi Cina dinilai berimplikasi besar untuk ekonomi Indonesia. "Ada imbal baliknya karena menyangkut ekspor impor. Kita harus alihkan ke dalam negeri. Kalau ekonomi domestik tumbuh ya ada potensi ke 5,2 persen. Namun itu harus benar-benar ada upaya untuk membuat daya beli," katanya.

Sri sebelumnya mengakui, kondisi ekonomi global masih mendung. Cina saja, kata dia, sejak 2010 terus mengalamai perlambatan pertumbuhan ekonomi dan tahun ini diproyeksikan hanya bisa menembus di kisaran lima persen hingga 5,5 persen. Harga komoditas yang rendah termasuk komoditas pertambangan dan minyak dunia serta rencana Bank Sentral Amerika Serikat untuk menaikkan suku bunga perbankan paling tidak sekali sebelum akhir tahun ikut menggoyang perekonomian.

Sedangkan Sri juga mengajukan asumsi makro pertumbuhan ekonomi dalam RAPBN 2017 mendatang sebesar 5,2 persen, lebih rendah dari asumsi sebelumnya yakni 5,3 persen. Laju inflasi juga ditahan di angka 4 persen dan nilai tukar rupaih terhadap dolar AS sebesar Rp 13.300. Harga minyak mentah Indonesia (ICP) sebesar 45 dolar AS per barel. Sementara lifting minyak dijaga di level 780 ribu barel per hari dan lifting gas sebesar 1.150 barel setara minyak per hari.

Yuk gabung diskusi sepak bola di sini ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement